Kekhawatiran Partai Politik Jika Banyak Capres di Pemilu 2019
Sejumlah partai politik menentang usulan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold diubah menjadi 0 persen.
Editor: Malvyandie Haryadi
"JR (judicial review atau uji materi) pasti ada. Belum diundangkan saja orang sudah menyiapkan gugatan kok. Apalagi sudah diundangkan," ucap Mahfud.
Sejumlah pihak yang sudah merencanakan uji materi tersebut di antaranya berasal dari kalangan akademisi, aktivis, hingga partai baru dan partai kecil.
Menurut Mahfud, salah satu poin yang paling rawan gugat adalah presidential threshold, terutama jika ditetapkan angka, berapa pun angkanya.
"Kalau 0 persen berarti semua parpol boleh ikut, saya kira tidak akan ada gugatan," tuturnya.
Adapun peta politik sementara, terdapat lima parpol di parlemen yang memilih untuk nenyetujui usulan pemerintah dalam draf RUU Pemilu terkait presidential threshold.
Mereka adalah Partai Golkar, PDI Perjuangan, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Nasional Demokrat (Nasdem), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Usulan pemerintah, presiden dan wakil presiden dicalonkan parpol atau gabungan parpol yang minimal memiliki 20 persen kursi di DPR atau 25 persen suara sah nasional pada pemilu legislatif sebelumnya.
Partai Nasdem, misalnya, beralasan bahwa jika presidential threshold tidak diberlakukan, maka capres dan cawapres yang muncul nantinya akan banyak. Hal itu akan menimbulkan hiruk pikuk di dunia perpolitikan.
PKS berpendapat senada. Dengan jumlah pasangan capres dan cawapres yang lebih sedikit, maka koalisi akan lebih sederhana. Rakyat pun tak akan dibuat bingung dan pusing dengan pilihan yang terlalu banyak.
Sedangkan Golkar menegaskan bahwa pemberlakuan threshold merupakan amanat Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 6a ayat (2), yang berbunyi "Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum."
Jika threshold tak diberlakukan, RUU Pemilu dinilai tak menjalankan perintah UUD 1945.
"Tidak ada dinyatakan di situ bahwa harus tidak usah pakai persentase. Tapi dari kata-kata gabungan, pasti ada persentase dan hitungan kuantitatif," kata anggota Panitia Khusus (Pansus) RUU Pemilu dari Fraksi Partai Golkar, Rambe Kamarul Zaman.