Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Maraknya Berita Hoax Dinilai Sebagai Dampak Krisis Konstitusi dan Kedaulatan

"Berita palsu hoax ini tidak terlepas dari krisis konstitusi dan krisis kedaulatan di republik ini,"

Editor: Adi Suhendi
zoom-in Maraknya Berita Hoax Dinilai Sebagai Dampak Krisis Konstitusi dan Kedaulatan
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Ilustrasi. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nurmulia Res Purnomo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Maraknya berita palsu atau hoax di dunia maya, tidak terlepas dari krisis konstitusi yang terjadi di negari ini.

Mantan Komandan Korps Marinir TNI, Letjend TNI MAR (Purn) Suharto, mengatakan maraknya berita hoax sebagai dampak dari amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

"Berita palsu hoax ini tidak terlepas dari krisis konstitusi dan krisis kedaulatan di republik ini," ujar Letjend TNI MAR (Purn) Suharto dalam sambutan acara diskusi di Museum Kebangkitan Nasional,Jakarta, Selasa (24/1/2017).

Menurutnya, seharusnya konstitusi bisa mengikat seluruh rakyat, untuk sama-sama membangun dan menjaga keutuhan republik ini.

Semua Warga Negara Indonesia (WNI) harus mengakui Pancasila sebagai ideologi dann jati diri bangsa, serta bertanggungjawab mempertahankan hal tersebut.

Namun, menurut purnawirawan TNI itu akibat amandemen, konstitusi saat ini menjadi semakin liberal.

Akibatnya banyak pihak yang tidak bertanggungjawab bisa melancarkan aksinya, termasuk dengan menyebarkan berita hoax yang mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.

BERITA REKOMENDASI

"Jadi kalau konstitusi itu sendiri sudah dibuat liberal, jauh dari jati diri bagnsa, maka kita jadi seperti ini," katanya.

Ia berharap ke depan bangsa Indonesia tidak semakin tersesat dan kembali terhadap hulunya yang baik.

Sepanjang sejarah republik, sudah empat kali UUD 1945 diamandemen.
Kebijakan amandemen itu membuat 9 kata "kedaulatan" dari konstitusi hilang, dan hanya menyisakan satu kata "kedaulatan" di bagian pembukaan.

Hal itu menimbulkan krisis di berbagai bidang.

"Kita krisis kedaulatan di bidang politik, ekonomi. Di ekonomi, tambang kita bukan menghasilkan kekayaan negara sebesarnya, tapi menimbulkan konglomerat baru," ujarnya.


Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas