SBY: Penyadapan oleh Tim Ahok Seperti Praktik Skandal 'Water Gate' di Amerika Serikat
Ia memanfaatkan lembaga resmi seperti Central Intelligence Agency (CIA) dan Feberal Bureau Investigation (FBI)
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nurmulia Rekso Purnomo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jika memang betul Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok punya rekaman atau transkrip pembicaraan telepon antara Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudoyono atau SBY dengan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) sekaligus Rais Am Nahdlatul Ulama (NU), Ma'ruf Amin, maka hal tersebut bisa jadi merupakan pelanggaaran hukum.
Dalam penyampaian pendapatnya di Wisma Proklamasi, Jakarta Pusat, Rabu (1/2/2017), SBY yang juga merupakan Presiden RI ke 6 itu mengaku khawatir bukti yang dipegang pihak Ahok itu didapat dari hasil penyadapan.
Padahal untuk melakukan penyadapan, hanya lembaga negara resmi yang berhak, dan dengan dilengkapi izin pengadilan.
"kalau betul percakapan saya dengan pak Ma'ruf Amin atau siapapun dengan siapa disadap, tanpa alasan yang sah, tanpa perintah pengadilan dan hal-hal yang dibenarkan dalam undang-undang, namanya itu penyadapan ilegal," katanya.
Di Indonesia ada sejumlah lembaga yang mampu melakukan penyadapan, antara lain Badan Intelijen Negara (BIN), Polri dan Kejaksaan.
SBY menyebut jika ternyata lembaga-lembaga negara tersebut terlibat, maka Presiden Joko Widodo harus turun tangan.
Dalam kesempatan itu ia kemudian menceritakan kasus "Watergate" yang terjadi di Amerika Serikat (AS) pada tahun 1972 lalu.
Dalam kasus tersebut Richard Nixon, presiden Amerika Serikat (AS) terbukti melakukan cara-cara yang melanggar hukum, untuk mempertahankan jabatannya sebagai presiden AS pada pemilihan presiden 1972.
Richard Nixon yang berasal dari Partai Republik diketahui telah melakukan penyadapan terhadap lawan politiknya, termasuk terhadap kantor Partai Demokrat.
Ia memanfaatkan lembaga resmi seperti Central Intelligence Agency (CIA) dan Feberal Bureau Investigation (FBI), untuk menyadap lawan politiknya demi keuntungan sang petahana dalam menghadapi pemilihan presiden.
"Saya kira teman-teman masih ingat skandal 'watergate,'dulu kubu Presiden Nixon menyadap kubu lawan politiknya yang juga sedang dalam kampanye. Pemilihan presiden memang Presiden Nixon terpilih menjadi presiden (kembali), tapi skandal itu terbongkar," katanya.
"Ada penyadapan, ada 'tapping,'ada 'spying,' itulah yang menyebabkan Presiden Nixon harus mundur, resign. Karena kalau tidak, beliau akan di-impeach. Saya menggambarkan political spying, illigal tapping, itu kejahatan yang serius," terangnya.