Jaksa Agung Tegaskan Tak Ada Upaya Kriminalisasi Dahlan Iskan
Kejagung menyatakan, penetapan tersangka terhadap mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan sesuai dakwaan primer putusan Mahkamah Agung (MA).
Penulis: Abdul Qodir
Editor: Dewi Agustina
Baca: Jokowi dan SBY Bertemu Usai Pilkada Serentak 15 Februari
Hal ini dipastikan oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Mohammad Rum.
"Iya. Jadi, benar Dahlan Iskan sudah tersangka, setelah surat perintah penyidikan khusus diterbitkan, 26 Januari lalu," ujar Rum.
Jaksa penyidik pada Jampidsus Kejagung mengungkapkan, Dahlan Iskan ditetapkan sebagai tersangka dengan sangkaan melanggar Pasal 2 dan Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUH-Pidana.
Dahlan Iskan diduga bersama-sama menyalahgunakan wewenang terkait proyek mobil listrik di Kementerian BUMN pada 2013 senilai Rp 32 miliar.
Penasihat hukum Dahlan Iskan, Pieter Talaway, mengaku belum mengetahui penetapan tersangka kliennya ini.
Ia juga mengaku belum ada panggilan pemeriksaan untuk Dahlan Iskan dengan status tersangka terkait kasus ini.
"Sampai saat ini belum ada panggilan sebagai tersangka. Mungkin saja Sprindik boleh dulu, dari situ baru ditetapkan tersangka," kata Pieter.
Kasus mobil listrik berawal dari permintaan Kementerian BUMN kepada perusahaan BUMN untuk menjadi sponsor pengadaan 16 mobil listrik pada April 2013.
Mobil ini diadakan untuk mendukung kegiatan operasional Konferensi Asia-Pasific Economic Cooperation (APEC) di Bali pada 7-8 Oktober 2013.
Tiga BUMN yang berpartisipasi adalah PT BRI (Persero) Tbk, PT PGN, dan PT Pertamina (Persero).
Tiga perusahaan pelat merah itu urunan dana lebih kurang Rp 32 miliar untuk pengadaan mobil listrik melalui perusahaan PT Sarimas Ahmadi Pratama yang ditunjuk oleh Kementerian BUMN.
Namun, mobil listrik berjenis electric microbus dan electric executive bus itu yang dipesan tidak dapat digunakan karena tidak sesuai dengan perjajian.
Dasep menggunakan mobil Toyota Alphard yang dimodifikasi dengan mesin listrik yang tidak layak dan tidak lolos sertifikasi Kementerian Perhubungan.