Ancaman Freeport ke Arbitrase Bentuk Arogansi Merasa Sejajar Dengan Pemerintah Indonesia
Sebagai subyek hukum perdata maka kedudukan pemerintah memang sejajar dengan pelaku usaha.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
"Tidak heran bila Freeport hendak membelenggu kedaulatan hukum negara Indonesia dengan Kontrak Karya," kata Hikmahanto.
"Bila demikian apa bedanya Freeport dengan VOC di zaman Belanda?" ujar Hikmahanto.
Perlu dipahami pemerintah sebagai subyek hukum perdata tetap harus tunduk pada aturan-aturan yang dibuat oleh pemerintah sebagai subyek hukum publik.
Oleh karenanya KK tidak boleh bertentangan dengan hukum yang berlaku. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1337 KUHPerdata dimana disebutkan bahwa perjanjian akan terlarang bila bertentangan dengan hukum.
Kata Freeport
Freeport menyatakan akan tetap menggunakan kontrak perjanjian rasa Kontrak Karya (KK) yang pernah dibuat dengan Pemerintah RI tahun 1991.
Padahal, Pemerintahan Presiden Jokowi saat ini meminta perusahaan tambang asal Amerika Serikat tersebut mengakhiri perjanjian Kontrak Karya Tahun 1991, demi memberi kesempatan kepada PTFI memperoleh izin operasi dan persetujuan ekspor konsentrat.
Presiden dan CEO Freeport-McMoran Inc, Richard C Adkerson mengatakan, PTFI tidak dapat melepaskan hak-hak hukum yang diberikan oleh KK sebagai dasar dari kestabilan dan perlindungan jangka panjang bagi perusahaan, para pekerja dan pemegang saham.
"Kepastian hukum dan fiskal sangat penting bagi PTFI untuk melakukan investasi modal skala besar jangka panjang yang diperlukan untuk mengembangkan cadangan perusahaan di lokasi operasi," ujar Richard, Jakarta, Senin (20/2/2017).
Menurut Richard, PTFI berkomitmen mengubah KK menjadi ke ijin usaha pertambangan khusus (IUPK) pada saat pemerintah dan perusahaan menandatangani perjanjian investasi, sebagaimana di atur dalam KK.
"Ekspor akan diijinkan dan kontrak karya tetap berlaku sebelum ditandanganinya perjanjian investasi, namun peraturan-peraturan pemerintah saat ini mewajibkan kontrak karya diakhiri untuk memperoleh ijin ekspor, ini tidak dapat kami terima," tutur Richard.
Lebih lanjut dia mengatakan, karena perusahaan tidak dapat melakukan ekspor tanpa mengakhiri KK, maka akan terjadi konsekunesi yang tidak menguntungkan bagi semua pemangku kepentingan, seperti penangguhan investasi modal, pengurangan pembelian barang dan jasa domestik, serta pengurangan pekerja.
"Ini kami terpaksa menyesuaikan pengeluaran-pengeluaran kegiatan kami sesuai dengan pembatasan produksi tersebut," ujarnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.