Jokowi: Penyimpangan Praktik Demokrasi Mengambil Bentuk Nyata Seperti Politisasi SARA
Persoalan bangsa yang mendera beberapa bulan belakangan memang membuat situasi menjadi sedikit hangat.
Penulis: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Persoalan bangsa yang mendera beberapa bulan belakangan memang membuat situasi menjadi sedikit hangat.
Wajar kiranya bila sejumlah pihak mempertanyakan apakah rasa persatuan bangsa masih dimiliki dan digenggam erat oleh masyarakat Indonesia.
Hal ini dijawab Presiden Joko Widodo saat memberikan sambutan pada Pengukuhan Pengurus DPP Partai Hanura Periode 2016-2020 di Sentul International Convention Center, Bogor, Jawa Barat, Rabu (22/2/2017).
"Saya jawab, bangsa kita masih bersatu," Presiden menegaskan.
Namun, Kepala Negara mengingatkan bahwa masih banyak yang harus diperbaiki dan dibenahi oleh seluruh pihak. Utamanya dalam memahami perbedaan keanekaragaman yang dimiliki bangsa.
"Terutama dalam memahami konsep nilai-nilai kebangsaan yang semua rakyat harus tahu betul. Betapa kita ini sangat beragam dan sangat majemuk. Ini yang menjadi jati diri, identitas, sekaligus entitas sebagai bangsa Indonesia yang menyatu dalam masyarakat dan menjadi simbol keharmonisan dari rakyat," ujarnya.
Sejak dahulu, keanekaragaman bangsa Indonesia sesungguhnya justru menjadi kekuatan pemersatu bangsa. Inilah anugerah yang diberikan Tuhan kepada bangsa Indonesia. Untuk itulah, menurut Presiden, bangsa Indonesia harus menjaga apa yang sudah menjadi anugerah tersebut.
Sementara itu, dalam menjalankan pemerintahannya, Indonesia adalah negara yang menganut paham demokrasi. Dengan demokrasi tersebut, negara menjamin partisipasi masyarakat dalam menjalankan pemerintahan dan kehidupan berpolitik dengan bebas namun tetap dalam koridor hukum dan undang-undang.
Meski demikian, melihat kondisi belakangan ini, muncul pula pertanyaan-pertanyaan mengenai apakah demokrasi kita ini sudah terlalu bebas.
"Ya demokrasi kita sudah kebablasan," ucap Presiden.
Presiden melanjutkan bahwa praktik demokrasi politik yang dijalankan saat ini membuka peluang terjadinya artikulasi politik yang ekstrem seperti radikalisme, fundamentalisme, liberalisme, sektarianisme, terorisme, serta ajaran yang bertentangan dengan ideologi Pancasila.
"Penyimpangan praktik demokrasi itu mengambil bentuk nyata seperti politisasi SARA. Ini harus kita ingatkan, kita hindari," kata Presiden.
Banyaknya berita bohong, fitnah, dan ujaran kebencian dapat menjurus kepada perpecahan bangsa Indonesia. Di sisi lain, Presiden meyakini bahwa ujian ini akan menjadikan bangsa Indonesia semakin dewasa, matang, tahan uji, dan bukan malah melemahkan.
Namun, perlu upaya ekstra untuk menangani hal tersebut agar tidak menjadi semakin buruk. Kuncinya ialah penegakan hukum yang tegas.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.