Pedang Emas untuk Soeharto dan Sebilah Keris untuk Raja Arab Saudi
Dalam kunjungan itu, terlihat keberpihakan Raja Faisal kepada bangsa Palestina dan mendukung perjuangan melawan bangsa Israel.
Penulis: Rendy Sadikin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Salman bin Abdulaziz merupakan Raja Arab Saudi pertama yang mengunjungi Indonesia sejak 47 tahun silam.
Sebelumnya, pada tahun 1970, tepatnya 10 Juni, Raja Arab Saudi yang datang berkunjung ke Indonesia adalah Faisal bin Abdulaziz Al Saud.
Pada kunjungan 47 tahun silam, kedatangan Raja Faisal diterima Presiden ke-2 RI Soeharto dan ibu negara saat itu, Siti Hartinah alias Tien Soeharto.
Dalam kunjungan tersebut, seperti dikutip dari laman situs Soeharto.co, Rabu (1/3/2017), terlihat keberpihakan Raja Faisal kepada bangsa Palestina dan mendukung perjuangan melawan bangsa Israel.
Seperti dikutip dari buku Jejak Langkah Soeharto, ini terlihat saat Soeharto mengemukakan sikap pemerintah Indonesia yang mendukung perjuangan melawan Israel.
Dalam pidatonya, Soeharto mengemukakan sekali lagi sikap pemerintah Indonesia yang sepenuhnya berdiri di pihak bangsa Arab dalam perjuangan melawan Israel.
Soeharto menyatakan Indonesia telah mengusahakan dengan segala jalan dan melalui berbagai forum agar Resolusi Dewan Keamanan PBB tahun 1967 dilaksanakan sepenuhnya.
Indonesia juga berusaha agar hasil-hasil Konferensi Jeddah yang di prakarsai Raja Faisal dapat terlaksana demi penyelesaian krisis Timur Tengah.
Dalam pidato balasannya, Raja Faisal menyatakan bahwa sikap Indonesia yang jelas memihak Arab dalam perjuangannya tidak ada yang sanggup mengingkari.
Hubungan antara kedua negara terus diperkuat dan dikembangkan.
Sebab hubungan yang telah terjalin ini bukan hanya pada saat terakhir ini, tetapi merupakan tradisi yang didasarkan atas kepercayaan kepada Allah dan Rasulullah.
Setelah acara makan malam, diadakan tukar-menukar cindera mata.
Soeharto memberikan sebilah keris dan seekor macan yang diawetkan.
Sedangkan raja Faisal memberikan sebilah pedang Arab yang disepuh emas.
Keesokan harinya, pada 11 Juni 1970, Soeharto dan Raja Faisal mengadakan perundingan yang berlangsung selama satu setengah jam di Istana Merdeka.
Kedua pemimpin tersebut telah membahas masalah krisis Timur Tengah.
Dalam pertemuan ini, Soeharto telah menegaskan kembali sokongan Indonesia terhadap perjuangan bangsa Arab.
Perundingan juga menyentuh masalah hubungan ekonomi antar kedua negara.
Tercapai kesepakatan bahwa masalah ini akan dibicarakan lebih lanjut oleh para menteri perdagangan kedua negara.
Namun, lima tahun setelah kunjungan tersebut, nasib Raja Faisal berakhir tragis.
Tepatnya pada 25 Maret 1975, Raja Faisal tewas dibunuh.
Pelakunya adalah keponakannya sendiri, yaitu Faisal bin Mus'ad yang baru saja pulang dari Amerika Serikat.
Mus'ad menyamar sebagai delegasi Kuwait yang ingin bertemu Raja Faisal secara mendadak.
Pada saat Raja Faisal berjalan ke arahnya untuk menyambut, maka Faisal bin Mus'ad pun tiba-tiba mengeluarkan sepucuk pistol dan menembakkannya ketubuh Raja Faisal sebanyak tiga kali.
Dari luka tembak tersebut, Raja Faisal kehabisan darah mengembuskan nafas terakhirnya tak lama setelah itu.
Dari hasil penyidikan dan interogasi yang dilakukan, Faisal bin Musaid mengaku bahwa pembunuhan itu atas dasar inisiatifnya sendiri, selain teori konspirasi yang berembus di masyarakat, petugas pun mencurigai adanya kerusakan mental pada Faisal bin Musaid.
Akhirnya tak lama setalah itu, Ibnu Mus'ad (nama panggilan Faisal bin Musaid) itupun dihukum qisas (bunuh) di hadapan khalayak.