Dituduh Terima Uang e-KTP, Khatibul: Marwah Keluarga Saya Dirusak
Politikus Demokrat Khatibul Umam Wiranu membantah menerima uang USD 400 ribu dari proyek pengadaan e-KTP.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politikus Demokrat Khatibul Umam Wiranu membantah menerima uang USD 400 ribu dari proyek pengadaan e-KTP.
Khatibul mengaku sebagai Anggota Komisi II DPR RI yang tidak setuju dengan besaran anggaran e-KTP sebesar Rp 5,9 triliun serta anggaran tambahannya.
Meskipun ia setuju dengan gagasan pentingnya Single Identity number (SIN) dalam bentuk e-KTP sebagai program Pemerintah saat itu.
Baca: Yorrys: Menyedihkan Kader Golkar Paling Banyak Disebut Dalam Dakwaan e-KTP
Baca: Politik Jangan Mengkapitalisasi Isu e-KTP Untuk Munculkan Kegaduhan
Baca: Bantah Terima Uang, Jafar Hafsah Tegaskan Tak Tahu Proyek e-KTP
"Saya tidak pernah mau menandatangani dokumen persetujuan Komisi II," kata Khatibul melalui pesan singkat, Jumat (10/3/2017).
Lalu pada tahun 2012, Khatibul mengaku dipindah tugas ke Komisi III.
Pada akhir tahun 2013, Khatibul ditugaskan sebagai Wakil Ketua Komisi II.
Ia mengatakan saat itu proyek e-KTP telah selesai.
Anggota Komisi VIII DPR itupun kaget namanya muncul dalam dakwaan kasus e-KTP.
"Marwah martabat saya, keluarga, teman dirusak. Jahat banget yang bikin skenario, cerita dalam BAP dan dakwaan," katanya.
Dirinya memastikan tidak pernah menerima uang dari proyek e-KTP.
"Saya lagi cari tahu siapa yang menggunakan nama saya dan disangkutpautkan dengan soal suap e-KTP," kata Khatibul.
Khatibul yakin adanya pihak tertentu yang menggunakan namanya untuk kepentingan tertentu.
Ia mengaku pernah diminta keterangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
"Salah satu pertanyaan penyidik adalah soal mengapa saya tidak mau tanda tangan dalam dokumen persetujuan tersebut," kata Khatibul.
Saat diperiksa KPK, Khatibul menjelaskan kepada penyidik adanya kejanggalan pada harga-harga di beberapa titik.
Sehingga, ia meragukan proyek tersebut bisa diaudit secara benar.
"Kasus ini telah masuk ranah hukum, saya berharap hukum dapat bekerja secara transparan dan akuntabel," kata Khatibul.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.