KPK Periksa Direktur PT Impexindo Pratama Terkait Kasus Suap Patrialis Akbar
"Junianto Panjaitan, Direktur PT Impexindo Pratama diperiksa sebagai saksi untuk tersangka BHR,"
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - KPK terus menelusuri soal seluk beluk impor dari perusahaan milik pengusaha Basuki Hariman (BHR) tersangka suap mantan Hakim MK, Patrialis Akbar (PAK).
Ini juga buntut dari pengembangan penggeledahan di Kantor Bea Cukai Pusat beberapa waktu lalu.
Dimana KPK menyita dokumen impor milik perusahaan Basuki.
Kali ini, Jumat (10/3/2017) penyidik KPK mengagendakan pemeriksaan terhadap Junianto Panjaitan, Direktur PT Impexindo Pratama.
"Junianto Panjaitan, Direktur PT Impexindo Pratama diperiksa sebagai saksi untuk tersangka BHR," ucap juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Febri Diansyah.
Baca: KPK Diminta Seret 38 Nama yang Disebut Dalam Dakwaan Kasus e-KTP ke Meja Hijau
Junianto Panjaitan adalah anak buah dari NG Fenny, sekretaris Basuki Hariman yang juga berstatus tersangka dalam kasus ini.
NG Fenny ternyata menjabat sebagai General Manager dari PT Impexindo Pratama, perusahaan impor daging yang cukup besar di tanah air.
PT Impexindo Pratama pernah mendapat tugas dari Kementerian Perdagangan untuk menyediakan stok daging hingga mencukupi kebutuhan masyarakat dan menjualnya ke pasar dengan harga murah.
Kala itu, Juni 2016, sesuai perintah Kementerian Perdagangan, PT Impexindo Pratama menggelar operasi pasar dengan menjual daging murah asal Australia di Pasar Palad, Pulogadung, Jakarta Timur.
Dalam Operasi Pasar itu, daging murni dijual Rp 79-60 ribu per kilogram.
Bahkan PT Impexindo Pratama juga pernah bekerja sama dengan Polres Bogor, menggelar operasi daging murah dalam memperingati HUT Bhayangkara pada 1 Juli
Dalam kasus ini, KPK menetapkan empat orang sebagai tersangka yakni mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Patrialis Akbar (PAK) Kamaludin (KM), sebagai perantara suap.
Serta pengusaha import daging, Basuki Hariman (BHR) beserta sekretarisnya, NG Fenny (NGF).
Atas perbuatannya, Patrialis dan Kamaludin disangkakan melanggar Pasal 12c atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) seperti diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara Basuki dan Fenny yang diduga sebagai pihak pemberi suap, KPK menjerat dengan Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pemberantasan Korupsi (Tipikor) Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.