Politik Jangan 'Mengkapitalisasi' Isu e-KTP Untuk Munculkan Kegaduhan
Kekuatan politik tidak perlu mengkapitalisasi isu korupsi e-KTP yang menyeret sejumlah nama untuk memunculkan kegaduhan.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Adi Suhendi
"Saya kira semua pihak tetap harus mengedepankan asas parduga tak bersalah," ujar Irmanputra Sidin.
Irmanputra Sidin mengatakan biarkan semua nama yang disebut menggunakan cara hukum guna membuktikan bahwa nama-nama yang bersangkutan tidak melakukan seperti apa yang disebut dalam dakwaan.
Lebih lanjut kata Irmanputra Sidin adanya kegaduhan politik akan mengganggu stabilitas pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Namun, kegaduhan tersebut harus dihindarkan, karena terganggunya stabilitas pemerintahan berati fungsi pelayanan kepada rakyat bisa terganggu.
Sidang perdana kasus korupsi e-KTP mengagendakan pembacaan dakwaan terhadap Sugiharto dan Irman.
Sugiharto merupakan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri.
Irman merupakan mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil.
Menurut KPK, Kasus korupsi e-KTP menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 2,3 triliun dan melibatkan nama-nama termasuk anggota DPR RI periode lalu yang disebut dalam dakwaan.
Mantan Ketua DPR Marzuki Alie dan bekas Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum disebut mendapat masing-masing Rp 20 miliar dari dugaan korupsi proyek e-KTP.
Marzuki dan Anas bersama Chaeruman Harahap juga mendapat Rp 20 miliar.
Nama Setya Novanto juga disebut ikut mengarahkan dan memenangkan perusahaan dalam proyek pengadaan e-KTP.
Selain Setya, nama lain yang disebut jaksa KPK adalah Ketua Konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI), Sekretaris Jenderal Kemdagri Diah Anggaraini.
Serta Ketua Panitia Pengadaan barang atau jasa di lingkungan Dirjen Dukcapil Kemdagri pada 2011 Drajat Wisnu Setyawan.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.