Imigrasi: Belum Ada Pengajuan Pencegahan Nama-nama Besar yang Terlibat Kasus e-KTP
Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK telah menyebut secara tegas nama-nama yang terlibat dan menerima aliran dana dugaan korupsi proyek e-KTP tahun 2010-2012
Penulis: Yulis Sulistyawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK telah menyebut secara tegas nama-nama yang terlibat dan menerima aliran dana dugaan korupsi proyek e-KTP tahun 2010-2012.
Sebagian diantaranya adalah politisi DPR RI yang bertugas di Senayan periode 2009-2014.
Namun hingga kemarin malami, KPK belum juga mengajukan pencegahan terhadap nama-nama yang telah disebut dalam surat dakwaan dua terdakwa kasus e-KTP.
Kedua terdakwa yang sudah mulai disidangkan yakni mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Sugiharto, dan mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Irman
"Kami belum menerima permohonan dari KPK untuk melakukan pencegahan untuk nama-nama yang diduga terlibat proyek e-KTP," ujar Kabag Humas dan Umum Ditjen Imigrasi, Agung Sampurno kepada Tribunnews.com.
Menurut Agung Sampurno, sepanjang ada permohonan dari aparat penegak hukum, maka Imigrasi akan melakukan pencegahan terhadap nama-nama yang diajukan.
Seperti diketahui, terdapat nama-nama besar yang diduga menerima aliran dana kasus e-KTP.
Nama-nama tersebut tertuang dalam surat dakwaan JPU KPK yang dibacakan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (9/3/2017) lalu.
Sekira bulan Juli hingga Agustus 2010, DPR RI mulai melakukan pembahasan RAPBN TA 2011. Salah satunya soal anggaran proyek e-KTP.
Andi Agustinus alias Andi Narogong selaku pelaksana proyek beberapa kali melakukan pertemuan dengan sejumlah anggota DPR RI.
Kemudian disetujui anggaran senilai Rp 5,9 triliun dengan kompensasi Andi memberi fee kepada beberapa anggota DPR dan pejabat Kementerian Dalam Negeri.
Akhirnya disepakati 51 persen dari anggaran digunakan untuk proyek, sementara 49 persen untuk dibagi-bagikan ke Kemendagri, anggota DPR RI, dan keuntungan pelaksana pekerjaan atau rekanan.
Dalam kasus ini, Irman didakwa memperkaya diri sebesar Rp 2.371.250.000, 877.700 dollar AS, dan 6.000 dollar Singapura.
Sementara itu, Sugiharto mendapatkan uang sejumlah 3.473.830 dollar AS.