Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Mundurnya Presiden Korsel Peringatan Bagi Penguasa Agar tak Menyalahgunakan Kekuasaan

Fadli Zon mengatakan mundurnya Presiden Korea Selatan agar dapat menjadi peringatan bagi setiap penguasa untuk tidak menyalahgunakan kekuasaannya.

Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Mundurnya Presiden Korsel Peringatan Bagi Penguasa Agar tak Menyalahgunakan Kekuasaan
ABC
Warga Korea Selatan turun ke jalan merayakan impeachment Presiden Park Geun-hye 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jumat (10/3/2017), Mahkamah Konstitusi Korea Selatan secara resmi mengukuhkan pemberhentian Presiden Korea Park Geun-Hye yang dimakzulkan parlemen. Atas keputusan ini, Park Geun-hye kemudian mundur dari jabatannya.

Park Geun-hey dimakzulkan parlemen karena dugaan keterlibatannya dalam skandal yang melibatkan teman dekatnya Choi Soon-sil.

Choi telah didakwa dengan penyuapan dan korupsi karena diduga menekan perusahaan besar untuk memberikan uang sebagai imbalan untuk pemerintah.

Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengatakan peristiwa ini agar dapat menjadi peringatan bagi setiap penguasa. Termasuk penguasa di Indonesia, untuk tidak menyalahgunakan kekuasaannya.

Apalagi ketika kekuasaannya digunakan untuk mendatangkan kepentingan golongan dan pribadi.

"Meski menimbulkan guncangan, peristiwa di Korea Selatan ini menunjukkan jalannya mekanisme demokrasi di negara tersebut," kata Fadli.

Baca: Pengurus Gerindra Kecamatan Duren Sawit Membelot, Kini Dukung Ahok-Djarot

Berita Rekomendasi

Baca: Jokowi: Gara-gara Dikorup, Rp 6 Triliun Cuma KTP Plastik

Menurut Fadli Zon, pengawasan, transparansi, dan penegakan hukum dapat dilakukan terhadap siapa saja. Termasuk juga kepada Presiden sebagai penguasa. Hukum ditegakkan tanpa memandang status politik dan posisi.

"Fenomena bribe and extortion, atau praktik yang lazim disebut dengan crony capitalism, sebagaimana yang menjadi pemicu mundurnya Park Geun-Hye, juga masih massif terjadi di negara-negara berkembang dan maju. Termasuk juga di Indonesia," kata dia.

"Misalnya saja jika kita lihat data yang dirilis The Economist, crony capitalism index di Indonesia masih sangat tinggi. Posisi Indonesia di tahun 2016 meningkat ke peringkat ke-7 di dunia dibanding di tahun 2014 pada posisi ke-8," ujar Fadli Zon.

Data ini menggambarkan bahwa di Indonesia praktik bisnis yang memanfaatkan pengaruh lingkaran kekuasaan negara, masih cukup tinggi dan bahkan memburuk dalam dua tahun terakhir.

Meningkatnya praktik crony capitalism tersebut, juga turut berkontribusi pada tingginya gap kesenjangan di tengah masyarakat Indonesia.

Sehingga, meskipun terjadi pertumbuhan ekonomi, namun pertumbuhannya tidak inklusif. Tidak ada pemerataan kesejahteraan.

"Di era yang semakin terbuka, kontrol politik terhadap penguasa akan semakin kuat. Tidak hanya kontrol dari parlemen, namun juga pengawasan dari masyarakat luas," kata Fadli Zon. (tribunnews/ferdinand waskita)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas