Atut Gelar Istigasah Saat Terseret Kasus Suap Hakim MK
Djadja mengakui langsung menandatangani surat pernyataan tersebut tanpa bertanya mengenai kedudukan Wawan di Banten.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Agenda istigasah atau doa bersama sempat dilakukan oleh mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah saat diduga tersangkut kasus suap sengketa pilkada yang melibatkan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar. Atut memerintahkan anak buahnya kala itu untuk menggelar doa bersama di Masjid Baituasolihin di Jalan Bhayangkara, Serang, Banten.
K
epala Dinas Kesehatan Provinsi Banten, Djadja Buddy Suhardja saat bersaksi di pengadilan tindak pidana korupsi mengatakan rangkaian acara doa bersama dilakukan untuk keselamatan Atut.
"Saya dipanggil Pak Sekda (Sekretaris Daerah) dan Asda (Asisten Daerah) akan ada istigasah, berdoa untuk keselamatan Ibu Atut," ujar Djadja.
Jaksa Budi Nugraha kemudian menanyakan kepentingan Atut untuk menggelar istigasah tersebut. Jaksa KPK bertanya apa istigasah itu bertujuan demi keselamatan Atut terkait pemeriksaan oleh KPK. "Waktu itu Ibu masih berkaitan dengan kasus Pak Akil," kata Djadja.
Selain adanya agenda doa bersama, Djadja Buddy Suhardja mengakui menandatangani surat pernyataan patuh dan loyal kepada Ratu Atut Chosiyah yang saat itu menjabat sebagai Pelaksana tugas Gubernur Banten. Djadja Buddy diminta untuk membubuhkan tanda tangan di surat tersebut agar diangkat menjadi Kepala Dinas Kesehatan Pemerintah Provinsi Banten.
Djadja Suhardja mengatakan sebelum dilantik, dirinya terlebih dahulu bertemu dengan Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, adik kandung Ratu Atut. Menurut Djadja, dia dipanggil menghadap Wawan pada Februari 2006 bersama calon-calon kepala dinas lainnya di Hotel Kartika Chandra, Jakarta.
"Waktu itu saya ditanya nama kemudian bekerja dimana. Kemudian waktu itu Pak Wawan mengatakan siap jadi kepala dinas provinsi? kalau saya sih terserah saja. Mungkin waktu itu karena sudah ada usulan kabupaten," ujar Djadja Suhardja.
Usai pertemuan di lobby Hotel Kartika Chandra itu, Djadja kemudian disuruh naik ke lantai enam untuk menandatangani surat pernyataan tersebut. Surat bersebut berisi kesediaan agar patuh dan loyal kepada Ratu Atut dan kepada Wawan.
"Diantaranya itu saya harus taat patuh. Harus loyal, patuh terhadap perintah Ibu Gubernur melalui Pak Wawan," kata Djadja.
Djadja mengakui langsung menandatangani surat pernyataan tersebut tanpa bertanya mengenai kedudukan Wawan dalam Pemerintah Provinsi Banten.
Walau Wawan bukanlah PNS atau pejabat di lingkunan Pemerintah Provinsi Banten, Djadja menyetujuinya karena berpoikiritu adalah perintah Ratut Atut. Djadja kemudian dilantik Ratu Atut pada 20 Februari 2006.
Ratu Atut Chosiyah lanjut Djadja juga memilih sendiri pejabat-pejabat untuk menduduki kepala dinas demi mendukung pencalonan dirinya dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Banten tahun 2006.
Setelah menjabat, Djadja mengakui telah menjalankan proyek pengadaan alat kesehatan di Rumah Sakit Rujukan Provinsi Banten tahun 2011-2012. Pengadaan alat kesehatan tesrebut selanjutnya dikendalikan oleh Wawan berikut pemenang tender.
Rano Karno Terima Rp 700 Juta
Wakil Gubernur Banten Rano Karno disebut-sebut telah menerima uang lebih dari Rp 700 juta terkait pengadaan alat kesehatan Rumah Sakit Rujukan Provinsi Banten. Dari total nilai anggaran, Rano Karno disebut kebagian 0,5 persen dari total nilai proyek.
Keterangan tersebut diungkapkan Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi saat membacakan hasil berita acara Kepala Dinas Kesehatan Pemerintah Provinsi Banten Djadja Buddy Suhardja saat diperiksa penyidik KPK.
Dari hasil berita acara tersebut, Djadja mengungkapkan ditelepon oleh Yadi ajudan Rano Karno terkait alokasi pengadaan alat kesehatan.
"Awalnya saya ditelepon Yadi ajudan Rano Karno selaku wakil gubernur pemerintah Provinsi Banten. Saya jawab nanti saya menghadap," kata Jaksa membacakan BAP yang dibenarkan Djadja.
Selain Djadja, pihak Rano Karno juga menghubungi Ajat Drajat Ahmad Putra selaku Sekretaris Dinas Kesehatan Banten mengenai alokasi dana tersebut. "Ajat bilang Wagub minta terkait pengadan alat kesehatan 2012," demikian kembali BAP Djadja yang dibacakan jaksa.
Saat kembali dikonfirmasi Jaksa, Djadja mengakui jika uang yang diserahkan kepada Rano Karno sekitar Rp 700 juta yang diberikan secara bertahap. "700 (juta) lebih," kata dia.
Selain Rano Karno, Ratu Atut Chosiyah disebut mendapatkan 2,5 persen dari APBD dan APBD-P tahun anggaran 2012 senilai Rp 235.520.000.000.