Gamawan Mengaku Dapat Pinjaman Uang Rp 1,5 Miliar dari Adiknya untuk Beli Tanah di Bogor
Gamawan mengaku pernah mendapat uang Rp 1,5 miliar dari adiknya, Azmin Aulia. Uang itu merupakan pinjaman dari sang adik untuk memenuhi kebutuhannya.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kehadiran sebagai saksi dalam sidang kasus korupsi proyek e-KTP di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (15/3/2017), dimanfaatkan mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi untuk membantah tuduhan terhadap dirinya.
"Satu rupiah pun saya tidak pernah terima. Demi Allah, kalau saya nanti mengkhianati bangsa ini saya minta didoakan rakyat Indonesia agar saya dikutuk Allah SWT," kata Gamawan ketika ditanya Ketua Majelis Hakim Jhon Halasan Butar Butar di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta.
Gamawan dihadirkan dalam sidang kedua kasus terdakwa Irman, mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Kependudukan dan Pencatatan Sipil, dan terdakwa Sugiharto, mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan.
Selain Gamawan, jaksa penuntut umum menghadirkan tujuh saksi yang lain.
Dalam surat dakwaan disebutkan Gamawan mendapat aliran dana proyek e-KTP sebesar 4,5 juta dolar AS atau setara Rp 41 miliar (pada 2011 1 dolar AS setara Rp 9.100) dan Rp 50 juta.
Menurut surat dakwaan, uang suap 2 juta dolar AS diberikan pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong kepada Gamawan Fauzi melalui Afdal Noverman.
Sedangkan uang 2 juta dolar AS lainnya diserahkan melalui Azmin Aulia, adik kandung Gamawan, pada 20 Juni 2011 lalu.
Sehari setelah uang dari Andi Narogong tersebut diserahkan Azmin kepada Gamawan, konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) ditetapkan sebagai pemenang tender senilai Rp 5,84 triliun.
Di hadapan majelis hakim Gamawan mengingatkan apabila ada yang memfitnah dia terkait uang suap, ia memohon kepada Allah agar diberikan petunjuk.
"Apabila ada yang fitnah saya, saya minta orang itu diberi petunjuk," kata Gamawan.
Gamawan juga mengatakan tidak menemukan hal mencurigakan dalam proses pembuatan KTP elektronik.
Ia menambahkan telah minta bantuan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jaksa Pemerintah (LKPP) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Mengenai uang Rp 50 juta, Gamawan menyebut merupakan honornya sebagai pembicara di lima provinsi. Menurutnya, sesuai aturan, honor menteri saat menjadi permbicara berjumlah Rp 5 juta satu jam.
"Uang itu honor saya pembicara di lima provinsi. Menurut aturan satu jam itu Rp 5 juta. Dua jam Rp 10 juta," kata Gamawan.
Bekas Gubernur Sumatera Barat itu menegaskan itu menegaskan penerimaan itu sifatnya resmi dan ia membubuhkan tanda tangan usai menjadi pembicara.
Utang Adik
Namun Gamawan mengaku pernah mendapat uang Rp 1,5 miliar dari adiknya, Azmin Aulia.
Uang tersebut, menurutnya, merupakan pinjaman dari sang adik untuk memenuhi sejumlah kebutuhannya setelah Gamawan lengser dari jabatan menteri.
Uang dipakai untuk membeli tanah di kawasan Bogor, Jawa Barat.
"Setelah saya jadi petani, saya pinjam uang dari teman-teman, istri saya, teman saya, anak saya, untuk beli sapi. Saya berternak sapi," ujar Gamawan menjawab pertanyaan Ketua Majelis Hakim John Halasan Butar-butar terkait aliran dana Rp 1,5 miliar dari Azmin Aulia.
Menjawab pertanyaan seorang jaksa penuntut umum dari KPK terkait uang itu Gamawan kembali menjelaskan uang Rp 300 juta dipakai beternak sapi.
"Azmin Aulia juga pernah ngasih uang setelah saya operasi kanker di Singapura. Total Rp 1,5 miliar," katanya.
Gamawan menyebut pada 2014 ia harus menjalani operasi kanker di Singapura. Biaya operasi tidak bisa diklaim kepada asuransi, karena pihak asuransi tidak menanggung pengobatan di luar negeri.
Oleh karena itu ia meminjam uang dari adiknya.
"Usus saya dipotong (sepanjang) 20 sentimeter, saya harus makan obat yang mahal sekali (harganya), karena itu saya pinjam uang," ujar Gamawan.
Gamawan juga mengatakan megaproyek itu merupakan kelanjutan dari menteri sebelumnya.
"Program itu sudah dimulai dua tahun sebelum saya menjabat," kata Gamawan.
Gamawan mengungkapkan kegamangannya mengurusi proyek KTP elektronik. Betapa tidak, baru 19 hari setelah dilantik menjadi Menteri Dalam Negeri ia langsung diundang Komisi II DPR untuk Rapat Dengar Pendapat berkaitan KTP elektronik.
Gamawan sebenarnya menolak mengerjakan proyek tersebut. Ia berdalih tidak tahu bagaimana menggunakan anggaran yang sedemikian besar.
"Saya tidak tahu caranya. Saya orang baru tiba-tiba harus memimpin. Siapapun menterinya dia adalah pengguna anggaran," kata mantan Bupati Solok itu. (tribunnetwork/ric/rek)