Giliran Panitera MK Diperiksa KPK Soal Sengketa Pilkada
Kasianur juga mengklaim tidak pernah melakukan serangkaian pertemuan dengan Muchtar Effendi.
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini, Jumat (17/3/2017) memeriksa Panitera Mahkamah Konstitusi (MK), Kasianur Sidauruk.
Pemeriksaan ini terkait kasus sengketa Pilkada di Empat Lawang dan Pilkada di Kota Palembang untuk tersangka Muchtar Effendi yang adalah rekanan dari mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtar.
"Saya diperiksa soal proses administrasi sengketa Pilkada di MK, khususnya Pilkada tahun 2013 Kota Palembang yang melibatkan Muchtar Effendi. Hanya itu saja kok," ucapnya.
Terpisah, Kasianur juga mengklaim tidak pernah melakukan serangkaian pertemuan dengan Muchtar Effendi.
Termasuk soal peranan muchtar Effendi di persidangan, Kasianur mengaku tidak tahu.
"Kami tidak pernah bertemu di MK. Ketika ada sengketa pun kita tidak dilibatkan sampai sejauh itu karena sudah ada pihak khusus yang mengurusinya," tegas Kasianur.
Untuk diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menjerat Muchtar Effendi (ME) sebagai tersangka.
Kali ini, Muchtar Effendi diduga menerima suap terkait penanganan sengketa Pilkada Empat Lawang dan Pilkada Kota Palembang di Mahkamah Kontitusi (MK).
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan Muchtar Effendi diduga bersama-sama dengan mantan Ketua MK, Akil Mochtar menerima hadiah atau janji yang patut diduga untuk mempengaruhi putusan perkara.
"ME dijerat dengan Pasal 12 huruf c Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU No 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 65 ayat 1 KUHP," beber Febri, Rabu (15/3/2017) di KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
Diungkapkan Febri, sebelumnya Muchtar Effendi sudah pernah dijerat KPK terkait kasus menghalang-halangi proses penyidikan suap penanganan sengketa Pilkada Empat Lawang dan Pilkada Kota Palembang.
"Di Kasus sebelumnya, ME sudah divonis bersalah lima tahun penjara dan denda 200 juta," kata Febri.