Kuasa Hukum: UU Pilkada Nasional Berlaku Juga Bagi Pilkada Khusus
Ambang batas selisih memang tidak diatur dalam Pasal 74 UU Pemerintahan Aceh tentang Pilkada Aceh.
Penulis: Rizal Bomantama
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kuasa hukum Irwandi Yusuf-Nova Iriansyah yang telah ditetapkan sebagai pemenang Pilgub Aceh 2017 menolak permohonan pihak pemohon gugatan sengketa Pilgub Aceh dari paslon Muzakir Manaf-TA Khalid.
Dalam sidang sengketa yang berlangsung di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Selasa (21/3/2017), kuasa hukum Irwandi-Nova, Sayuti Abu Bakar menyebut legal standing pemohon tidak cukup kuat untuk mengajukan gugatan.
Ia menolak pernyataan pihak pemohon pada sidang sebelumnya yang menyebut Pasal 158 UU No 10 Tahun 2016 harus dikesampingkan dalam Pilgub Aceh.
"Ambang batas selisih memang tidak diatur dalam Pasal 74 UU Pemerintahan Aceh tentang Pilkada Aceh. Oleh karena tidak diatur dalam UU khusus tersebut maka masuklah UU Pilkada yang berlaku secara nasional tersebut," ujar Sayuti Abu Bakar.
Dalam Pasal 158 UU No 10 Pilkada Tahun 2016 disebutkan bahwa peserta pilkada bisa mengajukan gugatan hasil penetapan bila terjadi selisih suara paling banyak 1,5 persen antara pemenang dan peraup suara terbanyak urutan kedua.
Namun hal itu tidak diatur dalam Pasal 74 UU Pemerintahan Aceh dan Sayuti Abu Bakar memandang ada salah persepsi dalam gugatan pemohon.
"Kalau UU Pilkada nasional tidak bisa pengaruhi UUPA harusnya diatur juga dalam UUPA tersebut. Selama tidak diatur berarti UU Pilkada Nasional bisa mengatur apa yang tidak disebutkan dalam UUPA tersebut," ucapnya.
Selisih antara paslon Irwandi-Nova dan Muzakir-Khalid diketahui sebesar 132.283 suara.
Sayuti Abu Bakar menjelaskan bahwa dengan selisih maksimal 1,5 persen harusnya legal standing pemohon berlaku jika selisihnya adalah 36.222 suara.
"Jadi dalil pemohon tidak memandang ambang batas," katanya.