Jaksa KPK Akan Tanya ke Dokter RS Fatmawati Mengenai Sakit Miryam S Haryani
Jaksa KPK akan menghubungi dokter Rumah Sakit Fatmawati Jakarta yang mengeluarkan surat sakit kepada Miryam S Haryani.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi akan menghubungi dokter Rumah Sakit Fatmawati Jakarta yang mengeluarkan surat sakit kepada Miryam S Haryani.
Karena dinyatakan sakit, persidangan dugaan korupsi pengadaan KTP elektronik tahun anggaran 2011-2012 di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta harus ditunda pada Kamis pekan ini karena Miryam alpa.
"Kita tidak menerima surat sakit. Surat sakit langsung ke panitera. Kita lihat itu dikeluarkan dari RS Fatmawati. Nanti kita lihat sakitnya apa ke dokter yang mengeluarkan sakitnya apa," kata Jaksa Irene Putri di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (27/3/2017).
Menurut Irene, surat yang dikirimkan tersebut sebenarnya tidak menjelaskan sakit yang diderita Miryam. Surat tersebut mengatakan Miryam memerlukan waktu istirahat selama dua hari.
"Tidak ada sakitnya, hanya yang bersangkutan sakit dan butuh istirahat sslama dua hari. Nanti kita tanya sakitnya apa," kata Irene Putrie.
Miryam kembali akan dipanggil untuk datang ke persidangan pada Kamis pekan ini. Waktu istirahat dalam surat tersebut adalah hari ini dan besok sehingga pada Kamis diprediksi akan kembali fit.
Sebelumnya, Ketua Majelis Hakim Jhon Halasan Butar Butar dan Jaksa KPK sepakat untuk menunda sidang hari ini. Sidang ditunda karena agenda persidangan adalah konfrontir atau verbal lisan antara Miryam S Haryani dengan tiga penyidik KPK.
Konfrontir tersebut karena Miryam pada persidangan pekan lalu mengaku diancam dan ditekan penyidi KPK yakni Novel Baswedan, Ambarita Damanik dan Irwan Santoso.
Miryam mencabut isi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saat dia diperiksa di KPK.
"Majelis berpendapat persidangan kita tangguhkan untuk dilanjutkan pada sidang berikutnya hari Kamis," kata Jhon Halasan Buatar Butar.
Kasus tersebut kini telah menyeret dua terdakwa yakni Irman dan Sugiharto. Irman adalah bekas Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri Irman sementara Sugiharto adalah bekas Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen Sugiharto.
Negara disebut menderita kerugian Rp 2,3 triliun dari nilai proyek Rp 5,9 triiun anggaran penggadaan KTP elektronik atau e-KTP.