DPD RI, Mau Logika Sehat atau Syahwat Politik?
Aliansi Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan Citra DPD RI menilai telah terjadi parpolisasi terhadap DPD.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI kini sedang menapaki jalan genting dalam perjalanan demokrasi Indonesia.
DPD RI yang sejatinya adalah perwakilan daerah, non partisan, kini telah disusupi banyak anggotanya menjadi anggota partai politik.
Aliansi Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan Citra DPD RI menilai telah terjadi parpolisasi terhadap DPD.
Donal Fariz, peneliti Indonesia Corruption Watch yang tergabung dalam koalisi mengatakan jika yang terjadi angota DPD masuk partai politik, maka dapat dipastikan DPD akan terkotak-kotak pada warna partai politik.
DPD tidak lagi mewakili representasi 34 provinsi.
"DPD menapaki jalan demokrasi dan hari ini adalah hari genting apakah kekuasan politik akan mengalahkan logika sehat dan demokrasi di DPD. Ada fraksi kecil di DPR mau jadi besar di DPD," kata Donal Fariz di Cikini, Menteng, Jakarta, Jumat (31/3/2017).
Menurut Donal, upaya untuk merekrut anggota DPD menjadi anggota partai politik disengaja untuk memudahkan jalan politik seseroang menduduku kursi pimpinan DPD RI.
"Kami menduga ini adalah sebuah langkah politik orang tertentu agar memudahkan jalan bagi yang bersangkutan menjadi pimpinan DPD. Ini kan permainan catur untuk menguasai senat agar dikontrol elite-elite politik tersebut," kata dia.
Sementara itu Yuda Irlan, Aliansi Masyarakat Sipil Untuk Perempuan dan Politik mengatakan langkah anggota DPD RI menjadi kader partai politik sangat berbahaya karena kini anggota DPR RI menjabat sebagai ketua umum sebuah partai politik dan telah merekrut 27 anggota DPR menjadi anggota partai.
"Ini menggoyahkan bagaimana DPD kerja untuk daerah menjadi terkooptasi partai. Jangan sampai DPD yang pekerjannya tidak jelas hasilnya hanya kita lihat cakar-cakaran dalam waktu setahun," kata dia.
DPD RI akan melaksanakan pemilihan ketua pada rapat paripurna pada 3 April 2017.
Sejumlah pihak meminta agar rapipurna tersebut tidak dilaksanakan karena tata tertib yang mengatur pemiihan tersebut telah dibatalkan Mahkamah Agung melalui uji materi atau judicial review.