Jaksa KPK Anggap Keterangan Adik Ipar Jokowi Tak Logis
Hal itu disampaikan jaksa dalam surat tuntutan terhadap terdakwa Rajamohanan Nair di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (3/4/2017).
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai keterangan Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi dan adik ipar Presiden Joko Widodo, Arif Budi Sulistyo dalam persidangan kasus suap pejabat Ditjen Pajak, tidak logis.
Hal itu disampaikan jaksa dalam surat tuntutan terhadap terdakwa Rajamohanan Nair di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (3/4/2017).
"Keterangan yang disampaikan di pengadilan patut dikesampaingkan, karena tidak logis menurut hukum," ujar Jaksa KPK M Asri Irwan saat membacakan pertimbangan tuntutan.
Baca: Dibilang Anak Buah Ipar Jokowi, Ini Pernyataan Pejabat Pajak Muhammad Haniv
Baca: Adik Ipar Jokowi Bantah Terima Uang Rp 1,5 Miliar dari Bos PT EK Prima Ekspor Indonesia
Dalam fakta persidangan telah terbukti bahwa Ken pernah bertemu dengan Arif Budi Sulistyo dan Rudi Musdiono di Kantor Dirjen Pajak.
Namun, menurut keterangan Ken, pertemuan itu hanya membicarakan mengenai masalah pengampunan pajak (tax amnesty) pribadi Arif dan Rudi.
Berdasarkan keterangan Ken dan Arif saat bersaksi di pengadilan, dalam pertemuan itu diputar sebuah video/slide tentang program tax amnesty.
"Terlalu berlebihan jika seorang Dirjen Pajak pada pertemuan yang baru sekali dilakukan oleh orang pribadi yaitu Arif dan Rudi, dilakukan sosialisasi program TA dengan menayangkan video tentang TA layaknya sosialisasi kepada publik," kata Jaksa Asri.
Padahal, menurut jaksa, saat itu sedang gencar-gencarnya dilakukan sosialisasi dan kampanye tax amnesty oleh Kementerian Keuangan.
Bahkan, menurut jaksa, saat itu telah dibentuk tim 100 yang bertugas melakukan sosialisasi tax amnesty.
Tak hanya itu, tata cara dan mekanisme tax amnesty juga telah dicantumkan dalam situs web Kementerian Keuangan, sehingga mudah diketahui publik.
Dengan demikian, jaksa berkeyakinan bahwa Arif dan Rudi seharusnya dapat dengan mudah mengetahui tentang pelaksanaan tax amnesty, tanpa harus menemui langsung Dirjen Pajak.
"Sehingga, dalam pertemuan dengan Ken, kami meyakini tidak hanya bicara seputar tax amnesty pribadi Arif dan Rudi semata, tapi terkait persoalan perpajakan PT EK Prima yang tidak bisa melakukan tax amnesty, karena ada tagihan pajak," kata Asri.
Dalam kasus ini, Mohan didakwa menyuap pejabat Ditjen Pajak, Handang Soekarno, sebesar Rp 1,9 miliar.
Menurut jaksa, uang tersebut diberikan agar Handang selaku pejabat di Ditjen Pajak membantu mempercepat penyelesaian permasalahan pajak yang dihadapi PT EKP.
Dalam proses penyelesaian pajak, Mohan juga meminta bantuan kepada Arif untuk menyelesaikan masalah pajak perusahaannya kepada Dirjen Pajak, Ken Dwijugiasteadi.
Penulis: Abba Gabrillin