Pengamat: DPR Reaktif untuk Pencekalan Novanto, Bisu Saat Novel Disiram Air Keras
Dengan sikap protes tersebut, Lucius mengatakan DPR justru menampilkan wajahnya yang tidak ramah dengan penegakan hukum yang dilakukan KPK.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus, menilai aneh sikap DPR yang memprotes pencekalan terhadap Setya Novanto oleh KPK.
Dengan sikap protes tersebut, Lucius mengatakan DPR justru menampilkan wajahnya yang tidak ramah dengan penegakan hukum yang dilakukan KPK.
"Mereka reaktif untuk pencekalan Novanto, dan disaat bersamaan bisu terhadap kekerasan yang dialami oleh salah seorang penyidik KPK, Novel Baswedan," kata Lucius melalui pesan singkat, Rabu (12/4/2017).
Baca: Kemarin Penglihatan Mata Kanan Novel 10%, Mata Kiri 5%, Hari Ini Membaik 30%
Lucius mengatakan, alasan DPR tidak relevan bila jabatan Novanto selaku pimpinan membuatnya sangat dibutuhkan oleh DPR.
Ia mengingatkan, prinsip semua orang sama di hadapan hukum mestinya tidak mengenal apa jabatan seseorang.
"DPR sebagai lembaga tak seharusnya bergantung pada seorang ketua. Jadi tak benar jika pencekalan Novanto mengganggu kinerja DPR sebagai lembaga," ujar Lucius.
Malah sebaliknya, lanjut Lucius, kasus korupsi yang menimpa sejumlah anggota DPR mestinya yang paling mengganggu kinerja DPR.
Baca: Dokter: Kondisi Novel Baswedan Membaik
Lucius mengatakan, upaya KPK melakukan penegakan hukum termasuk mencekal Novanto, mestinya dibaca sebagai upaya untuk mendorong kinerja DPR agar semakin bersih dari korupsi.
"Untuk itu DPR semestinya mendukung upaya KPK. Sudah cukup sering upaya pelemahan KPK yang berembus dari Senayan," tutur Lucius.
Menurut Lucius, langkah protes DPR atas pencekalan Novanto lebih memperlihatkan semangat DPR yang tidak sepenuh hati mendukung KPK dan kerja-kerja pemberantasan korupsi.
"Alasan bahwa Setnov harus menghadiri pertemuan penting di luar negeri sama sekali tak mendesak diajukan sebagai dasar DPR memprotes pencekalan Novanto. Pemberantasan korupsi di dalam negeri jelas lebih penting ketimbang menghadiri acara yang lebih bernuansa seremoni di luar negeri," papar Lucius.
Oleh karena itu, Lucius menilai kelihatan sekali langkah protes DPR ini lebih karena merasa tak berdaya di hadapan KPK. Kenyataan bahwa karena kasus korupsi mereka terlalu lemah di depan KPK, membuat DPR perlu menyuarakan protes terhadap KPK melalui Presiden.
"Presiden tak perlu merespons protes DPR, apalagi merasa terganggu. Dia harus membuktikan dukungan pada pemberantasan korupsi dengan menyingkirkan upaya intervensi politik dalam penegakan hukum," imbuh Lucius.