Menkumham Angkat Bicara Soal Pencegahan Ketua DPR Setya Novanto
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan alasan pencegahan Setya Novanto keluar negeri.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengaku belum menerima nota keberatan pencegahan Setya Novanto keluar negeri. Yasonna menuturkan usulan DPR itu belum dibahas dengan Komisi III DPR.
Yasonna mengatakan dirinya menyerahkan sepenuhnya kepada proses hukum yang berlaku.
"Kita mekanisme aja, tidak bisa kita ini kan nyatakan. Yah mekanismenya kalau mau dicabut oleh yang berwenang. Kan namanya ketentuan hukum," kata Yasonna di Gedung DPR, Jakarta, Senin (17/4/2017).
Yasonna mengatakan Dirjen Imigrasi tidak dapat menolak karena berpegang pada aturan yang ada.
"Aturannya memang begitu, itu perintah UU. Enggak bisa dong, namanya aturan hukum," kata Yasonna.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan alasan pencegahan Setya Novanto keluar negeri.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan pencegahan tersebut untuk mempermudah proses penyidikan untuk tersangka Andi Agustinus atau Andi Narogong.
"Yang pasti pencegahan sudah kita lakukan sampai 6 bulan ke depan. Ini penting untuk memperlancar dan mempermudah proses penyidikan untuk tersangka AA (Andi Agustinus) yang sedang kita jalankan saat ini," kata Febri di Gedung DPR, Jakarta, Senin (17/4/2017).
Febri mengatakan pemanggilan dan pemeriksaan terhadap saksi-saksi sesuai dengan strategi penyidikan. Sebab, jadwal pemeriksaan harus dilihat keterkaitan dengan keterangan saksi yang lain.
Febri menuturkan pencegahan dilakukan selama enam bulan sesuai dengan Undang-undang. KPK, kata Febri, diberikan kewenangan dengan pasal 12 ayat 1B.
"Kewenangan itulah yang kita gunakan untuk mebgefektifkan proses penyidikan ini. Nanti disampaikan lebih lanjut data terkait jadwal pemeriksaan e-KTP," kata Febri.
Mengenai sikap DPR terkait nota keberatan pencegahan Novanto, Febri mengatakan institusi tersebut sebaiknya meletakkan hukum di atas segalanya.
"Karena kita menganut prinsip supremasi hukum. Jadi pencegahan perlu dilihat sebagai proses penegakan hukum, dan kalau memang ada pertimbangan kembali tidak perlu menyampaikan surat tersebut akan lebih baik," ujar Febri.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.