Kepala Bakamla Arie Sudewo Bantah Minta 'Fee' Pengadaan Monitoring Satelit
Arie Sudewo membantah telah memerintahkan Eko Susilo Hadi dan Bambang Udoyo menerima uang pengadaan monitoring satelit .
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eri Komar Sinaga
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla) Laksamana Madya Arie Sudewo membantah telah memerintahkan Eko Susilo Hadi dan Bambang Udoyo menerima uang pengadaan monitoring satelit .
"Tidak benar Pak," kata Arie Sudewo saat bersaksi untuk terdakwa Direktur PT Melati Technofo Indonesia Fahmi Darmawansyah di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (26/4/2017).
Keterangan tersebut Arie ungkapkan saat Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi Kiki Ahmad Yani mengonfirmasi mengenai hasil pemeriksaan Eko Hadi dengan Bambang Udoyo.
Dalam BAP tersebut, Eko Susilo Hadi dan Bambang Udoyo mengaku diperinah Arie Sudwo untuk menerima uang dari Hardy Stefanus dan Muhammad Adami Okta.
Hardy dan Adami adalah orang kerpecayaan Fahmi Darmawansyah.
"Saya tidak pernah memerintahkan. Saya mengarahkann kepada aturan," kata jenderal TNI Angkatan Laut bintang tiga tersebut.
Arie mengaku baru tahu anak buahnya itu menerima uang setelah terjadinya operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK.
"Setelah OTT saya tahu Pak. Yang menerima Pak Eko, Pak Bambang Udoyo, Pak Novel (Hasan). Tapi dalam perjalanan ini saya monitor itu katanya tidak menerima," ungkap Arie Sudewo.
Dalam surat dakwaan, Ari Sudewo disebut meminta 7,5 persen dari 15 persen nilai anggaran Rp 200 miliar pengadaan monitoring satelit .
Kasus tersebut bermula dari operasi tangkap tangan terhadap Edi Susilo Hadi yang menerima uang senilai Rp 2 miliar dari Adami Okta dan Hardy Stefanus.
Eko Susilo adalah Deputi Bidang Informasi Hukum dan Kerjasama Bakamla sekaligus Pelaksana Tugas Sekretaris Utama Bakamla dan Kuasa Pengguna Anggaran Satuan Kerja Bakamla tahun 2016.
Pada kasus tersebut, KPK menetapkan empat tersangka.
Tiga tersangka dari unsur swasta adalah Direktur PT Melati Technofo Indonesia Fahmi Darmawansyah, dua pegawai PT Melati yakni Muhammad Adami Okta dan Hardy Stefanus.
Sementara tersangka dari unsur Bakamla adalah Eko Susilo Hadi.
Eko bertugas di Bakamla berasal dari unsur Kejaksaan.
Eko Susilo dijanjikan 7,5 persen dari nilai proyek Rp 200 miilar atau sekitar Rp 15 miiar.
Ia bertindak selaku Kuasa Pengguna Anggaran.