Migrant Care Harap Jokowi Penuhi Janjinya Lindungi Buruh Migran Indonesia
Wahyu berharap, Presiden Jokowi mengimplementasikan apa yang menjadi pidatonya di Manila dan mencari solusi atas keluh kesah para buruh
Penulis: Imanuel Nicolas Manafe
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Migran Care Wahyu Susilo mengungkapkan pihaknya mengapresiasi pidato Presiden Joko Widodo dalam ASEAN Summit di Manila terkait perlindungan buruh migran serta dialog dengan buruh migran di Hongkong kemarin.
Wahyu berharap, Presiden Jokowi mengimplementasikan apa yang menjadi pidatonya di Manila dan mencari solusi atas keluh kesah para buruh migran di Hongkong.
“Migrant CARE tentu mengapresiasi komitmen Presiden Jokowi dalam pidatonya di ASEAN Summit dan penegasannya dalam dialog dengan buruh migran Indonesia, namun demikian komitmen tersebut harus diimplementasikan dalam pelaksanaan kebijakan di tingkat lapangan dan bukan diabaikan,” ujar Wahyu dalam keterangannya, Senin (1/5/2017).
Wahyu mengatakan bahwa impelementasi seharusnya dimulai di level kebijakan, yaitu Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2012 tentang Ratifikasi Konvensi Perlindungan Hak-hak Buruh Migran dan Anggota Keluarganya.
“Namun hingga kini masih ada keengganan dari pihak pemerintah Indonesia untuk menjalankan komitmen tersebut karena menganggap hal tersebut sebagai beban tambahan dan bukan sebagai amanat atau tanggungjawab menghadirkan negara dalam upaya perlindungan buruh migran,” tutur Wahyu.
Hal tersebut, kata Wahyu, diperlihatkan dalam usulan pemerintah yang cenderung mereduksi substansi RUU perlindungan pekerja migran Indonesia dalam pembahasan di DPR-RI untuk legislasi penggantian Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di luar negeri.
Untuk menjawab draft yang diusulkan Komisi IX DPR-RI, Kemenaker RI -yang menjadi leading sector pemerintah RI- malah mengusulkan draft RUU yang tidak jauh berbeda dengan Undang-Undang yang akan digantikan dan melucuti substansi perlindungan sebagaimana yang ada dalam Konvensi Perlindungan Hak-hak Buruh Migran dan Anggota Keluarganya.
“Situasi ini juga diperparah dengan keengganan pemerintah RI dan DPR-RI untuk membahas RUU perlindungan PRT dan Ratifikasi Konvensi ILo 189/2011 tetang kerja Layak PRT yang sesungguhnya bisa menjadi penyempurna payung perlindungan bagi buruh migran Indonesia,” kata Wahyu Susilo.
Selain itu, tambah Wahyu, hingga kini masih banyak kasus kekerasan, bahkan mengakibatkan kematian buruh migran.
Di Malaysia misalnya. Wahyu mengatakan terungkap adanya kasus perbudakan yang dialami oleh ratusan buruh migran Indonesia di pabrik pengolahan sarang burung walet Maxim yang hingga kini belum tuntas.
“Ancaman hukuman mati juga dituduhkan kepada Siti Aisyah, buruh migran Indonesia yang dituduh terlibat dalam kasus pembunuhan Kim Jong Nam. Di Saudi Arabia terungkap adanya kasus penyekapan dan penyiksaan yang dialami sekitar 300 buruh migran Indonesia, walau Kemlu RI sempat merilis kasus ini namun hingga kini belum ada penuntasan kasusnya,” ucap Wahyu.
“Kawasan Selat Malaka juga masih terus menjadi kuburan bagi buruh migran Indonesia yang nekad menyebranginya dengan berbagai alasan,” ujar Wahyu.