Partai Tak Perlu Takut Pemilihan Presiden Tanpa Ada Ketentuan Ambang Batas Pencalonan Presiden
"Banyak calon lebih positif bagi demokrasi Indonesia. Memberi banyak alternatif pilihan dan akan memperkuat partisipasi masyarakat,"
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dalam pemilu serentak legislatif dan presiden 2019 mendatang, pemberlakuan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) tidak relevan.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menjelaskan, presidetial threshold jadi tidak relevan sebab ada Pasal 6A ayat (2) UUD 1945.
Pasal ini menyebut pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.
Ambang batas pencalonan presiden relevan pada 2014 karena Pilegnya lebih dulu daripada Pilpres.
"Kalau serentak ya thresholdnya menjadi sebatas berupa yang boleh usung calon adalah parpol peserta pemilu sebab tak semua parpol adalah peserta pemilu," kata Titi kepada Tribunnews.com, kamis (4/5/2017).
Dengan begitu, menjadi peserta pemilu bukalah perkara gampang dalam Pemilu ke depan.
Putusan MK tahun 2014 menyebut "frasa sebelum pelaksanaan pemilihan umum," maksudnya sebelum hari pemungutan suara.
Karena Pilegnya serentak dengan Pilpres, berdasar ketentuan yang boleh mengusung adalah partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum.
"Maka semua parpol peserta pemilu serentak mestinya boleh usung capres dan cawapres," katanya.
Banyak yang ingin menerapkan threshold dengan alasan takut calon Presidennya banyak.
Padahal tidak serta merta penghapusan threshold akan diikuti banyaknya calon presiden.
Kalaupun calonnya banyak akan ada mekanisme penyaringan alamiah yaitu Pemilu Putaran kedua.
Sebab Indonesia menerapkan sistem Majority Run Off atau sistem pemilu 2 putaran kalau tidak mencapai 50 persen plus 1 dengan sebaran di sekurangnya 2/3 provinsi Indonesia.
"Banyak calon lebih positif bagi demokrasi Indonesia. Memberi banyak alternatif pilihan dan akan memperkuat partisipasi masyarakat," jelasnya.