Reaksi Dunia Internasional terhadap Vonis Penjara Ahok
Delegasi Uni Eropa (UE) untuk Indonesia menyerukan pada pemerintah dan rakyat Indonesia untuk tetap mempertahankan tradisi toleransi.
Editor: Malvyandie Haryadi
APHR prihatin masa depan Indonesia sebagai masyarakat yang terbuka dan toleran
Beberapa lembaga kajian dan pemerhati HAM di Indonesia juga menyampaikan keprihatinan serupa terhadap penggunaan pasal penistaan agama dalam putusan pengadilan, Selasa itu.
Ketua SETARA Institute Hendardi, mengatakan, vonis dua tahun penjara terhadap Ahok merupakan kasus penodaan agama ke-97 yang terjadi sepanjang tahun 1965-2017.
Ironisnya 89 kasus justru terjadi pasca reformasi tahun 1998, yang menunjukkan bahaya pasal 156a KUHP yang dinilai “bias dan multitafsir”.
Pernyataan yang sama juga disampaikan LBH Jakarta, yang menyatakan putusan majelis hakim itu “tidak berkeadilan dan telah merusak hakikat hukum dan dunia peradilan yang menjadi tempat bagi masyarakat mencari keadilan.”
Putusan itu juga dinilai bertentangan dengan prinsip hak asasi manusia yaitu kebebasan berpendapat dan berekspresi, sebagaimana dijamin konstitusi, UU No.39/1999 tentang HAM, UU No.9/1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, dan Kovenan Internasional tentang hak-hak sipil dan politik yang telah diratifikasi dengan UU No.12/2005.
LBH Jakarta mendesak pemerintah dan DPR meninjau ulang perumusan delik penodaan agama yang saat ini sedang dalam pembahasan RUU KUHP di DPR, dan menghapus pasal yang dinilai “anti-demokrasi” itu demi tegaknya hak asasi manusia dan kepastian hukum di Indonesia.