Respon Internasional Pada Kasus Penodan Agama Dengan Tersangka Ahok
Jatuhnya vonis penodaan agama yang menjerat Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)
Editor: FX Ismanto
Laporan Wartawan Warta Kota, Nur Ichsan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jatuhnya vonis penodaan agama yang menjerat Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menimbulkan respon dari dunia internasional, malah menunjukkan ketidaktahuaan mereka terhadap aplikasi hukum internasional.
"Putusan hakim tidak boleh diintervensi negara mana pun, kecuali jika terdapat indikasi pelanggaran hukum internasional. Kasus Ahok adalah murni tindak pidana kejahatan yakni penodaan agama. Dan sesuai dengan Pasal 18 Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia. Jadi kasus ini bukan pelanggaran hukum internasional. Coba mereka baca lagi aturan hukum internasional," tegas praktisi hukum, Ferry Juan di Jakarta, Minggu (14/5)
Ia melihat, respon internasional yang meminta vonis terhadap Ahok agar dapat ditinjau kembali, tak hanya sudah berlebihan, namun sudah sampai pada tahap intervensi.
"Hormatilah kedaulatan bangsa dan negara, segala peraturan dan aturan di Indonesia. Dalam negara berdaulat, sebuah negara itu punya hak ekslusif. Kalau ada hubungan dengan pelanggaran hukum internasional pun harus tertib dan ada salurannya," beber Ferry.
Ia meminta pemerintah lewat Menteri Luar Negeri untuk menyampaikan kepada dunia internasional duduk persoalan kasus Ahok ini.
"Serta meminta pihak-pihak asing untuk tidak ikut campur," tandas Ferry Juan.
Ferry menyarankan para pendukung Ahok untuk meggunakan saluran hukum yang ada yakni banding dan kasasi, ketimbang harus 'mengadu' sana-sini.
Seperti diketahui, kasus penodaan agama yang menjerat Ahok banyak mendapatkan sorotan internasional. Sebagaimana diberitakan oleh media-media internasional, sejumlah organisasi internasional seperti Dewan HAM PBB untuk Kawasan Asia, Amnesty International hingga pemerintah Belanda menyampaikan pandangan atas vonis dua tahun penjara terhadap Ahok yang diputuskan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, Selasa 9 Mei 2017 lalu. Bahkan di antara mereka meminta Pasal Penodaan Agama di Indonesia dihapus.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.