KPK Minta Menkumham Jelaskan Pembebasan Bersyarat Jaksa Urip
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merasa kecewa dengan pembebasan bersyarat yang diterima oleh mantan jaksa Kejaksaan Agung, Urip Tri Gunawan.
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merasa kecewa dengan pembebasan bersyarat yang diterima oleh mantan jaksa Kejaksaan Agung, Urip Tri Gunawan.
Lembaga antirasuah itu meminta Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly menjelaskan pembebasan bersyarat kepada terpidana yang divonis 20 tahun itu.
Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, jajaran Kementerian Hukum dan HAM (Kemkumham), terutama Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen Pas) harus menjelaskan atas tidak maksimalnya hukuman terhadap Urip yang telah mendapat bebas bersyarat.
Padahal, Urip baru menjalani 9 tahun dari masa hukuman 20 tahun atau belum menjalani dua pertiga dari masa hukuman sesuai ketentuan.
Menurutnya, Kemkumham, seharusnya berhati-hati untuk memberikan remisi atau pembebasan bersyarat kepada terpidana kasus korupsi seperti Urip.
Baca: Harga Satu Keping e-KTP Rp 7.500 Tapi Kemendagri Bayar Rp 16.000
"Ini lebih baik dijelaskan Kemkumham. KPK tentu kecewa jika kemudian vonis tidak bisa dijalankan secara maksimal. Benar ada ketentuan remisi dan bebas bersyarat tapi tentu harus dilakukan dengan hati-hati," kata Febri kepada wartawan di Gedung KPK, Senin (15/5/2017).
Hingga saat ini, kata Febri, Kemkumham pun tak menyampaikan pemberitahuan apapun kepada KPK terkait pembebasan bersyarat Urip.
Surat yang dilayangkan Kemkumham beberapa waktu lalu hanya meminta penjelasan mengenai pembayaran denda dari hukuman.
"Ada surat yang dikirimkan ke KPK tentang permintaan penjelasan pembayaran denda dari hukuman itu sendiri. Bukan tentang pembebasan bersyarat. Saya kira itu perlu lebih clear," katanya.
Dia menjelaskan, Kemkumham seharusnya menegakkan aturan mengenai remisi dan pembebasan bersyarat yang diatur dalam PP nomor 99 tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
Dalam PP tersebut, terdapat aturan yang memperketat syarat remisi terhadap narapidana kasus korupsi yang dianggap sebagai extraordinary crime.
Untuk itu, Kemkumham dan Ditjen Pas seharusnya tidak lagi mengobral remisi kepada para koruptor.
"Yang menegakkan (PP nomor 99) ini Kemkumham dalam hal ini Ditjen Pemasyarakatan. Untuk beri hak-hak narapidana seperti remisi atau hak lain lewat putusan pengadilan sehingga bisa dilaksanakan tanpa ada diskresi dan implementasi perdebatan," katanya.
Sebelumnya, mantan jaksa Kejaksaan Agung Urip Tri Gunawan divonis 20 tahun penjara dan denda Rp 500 juta oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada 4 September 2008.
Urip terbukti menerima suap dari Artalyta sebesar 660.000 dolar AS untuk melindungi pemilik Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim dari penyelidikan kasus BLBI yang ditangani Kejaksaan Agung.
Vonis yang diberikan majelis hakim itu lebih berat dari tuntutan jaksa penuntut umum.
JPU KPK menuntut Urip dihukum penjara 15 tahun dan denda Rp 250 juta. Hukuman untuk Urip itu juga dikuatkan oleh Mahkamah Agung.