Tenaga Kerja Indonesia Harus Mengikuti Perkembangan Zaman
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) M Hanif Dahkiri menyoroti perkembangan zaman khususnya di dunia industri yang dinamis dan pesat.
Editor: Content Writer
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) M Hanif Dhakiri menyoroti perkembangan zaman khususnya di dunia industri yang dinamis dan pesat.
Tentunya tenaga kerja juga harus memberikan respon positif terhadap perkembangan tersebut dengan mempersiapkan diri sesuai dengan perkembangan yang ada.
"Perkembangan teknologi saat ini berimbas terhadap berubahnya karakter pekerjaan. Jika demikian mau tidak mau kemampuan SDM juga harus berubah mengikuti perkembangan," ujar Menaker Hanif dalam forum diskusi bersama seluruh Kepala Dinas Tenaga Kerja se-Sulawesi Tengah, di Palu, Sulawesi Tengah, Selasa (16/5/2017).
Menaker juga mengajak semua pihak untuk bersama-sama mendorong peningkatan akses dan mutu pelatihan kerja di BLK agar SDM Indonesia terampil sehingga bisa masuk ke pasar kerja.
Sebab, jika SDM Indonesia memiliki keterampilan yang cukup dan sesuai dengan perkembangan zaman, mereka akan lebih mudah mendapatkan pekerjaan dan penghasilan yang baik sehingga dapat mengurangi kemiskinan, kesenjangan sosial dan pengangguran.
"Pemerintah terus berupaya untuk memastikan investasi SDM melalui pendidikan formal dan pelatihan kerja sejalan dengan kebutuhan dan perubahan," kata Hanif.
Masalahnya, lanjut Menaker, lembaga pendidikan kita belum sepenuhnya menyesuaikan kurikulum atau kejuruan dengan kebutuhan dan perubahan karakter pekerjaan.
Hal ini menyebabkan banyak lulusan pendidikan formal tidak terserap pasar kerja karena tidak adanya link and match antara supply and demand.
Menaker Hanif menambahkan, selain perubahan karakter pekerjaan akibat perkembangan teknologi, tantangan lain yang harus menjadi perhatian bersama adalah kemiskinan, kesenjangan sosial dan pengangguran.
Untuk menjawab persoalan tersebut perlu adanya peningkatan kompetensi dan keterampilan SDM melalui pelatihan kerja di Balai Latihan Kerja (BLK).
"Untuk itu, BLK jangan mensyaratkan batasan pendidikan dan umur. Jika syarat itu masih diberlakukan maka menyulitkan masyarakat untuk mendapatkan pelatihan di BLK. Kita memprioritaskan mereka yang berpendidikan SMP kebawah yang angkanya mencapai sekitar 60 persen dari total jumlah angkatan kerja," kata Hanif (*)