ISKA: Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika Tidak Dapat Ditukar atau Dijual dengan Nilai yang Lain
Karenanya, seluruh warga negara Indonesia tanpa terkecuali, apapun agama, suku, ras dan golonganya harus merawat komitmen kebangsaan.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peringatan Kebangkitan Nasional pada 2017 menemukan momentumnya setelah bangsa Indonesia secara langsung ataupun tidak langsung terbelah karena dinamika Pilkada DKI Jakarta serta dibubarkannya kelompok Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Karenanya, seluruh warga negara Indonesia tanpa terkecuali, apapun agama, suku, ras dan golonganya harus merawat komitmen kebangsaan.
Hal itu ditegaskan Ketua Umum Presidium Pusat Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (PP ISKA), Hargo Mandirahardjo, dalam pernyataannya tentang peringatan Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei 2017.
Hargo tegaskan, tanpa adanya komitmen itu maka sebagai bangsa, Indonesia akan terus berada dalam situasi kacau dan galau serta karut marut.
Langkah utama yang harus diambil adalah, Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika harus menjadi falsafah hidup bangsa Indonesia.
Baca: Pancasila Jadi Penangkal Intoleransi dan Radikalisme
Bangsa ini juga menurutnya, tidak boleh membiarkan nilai-nilai yang bertentangan dengan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika tumbuh subur.
“Dasar Negara Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai falsafah hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara harus senantiasa dirawat," ujar Hargo kepada Tribunnews.com, Jumat (19/5/2017).
Kedua falsafah hidup bangsa itu harus dirawat dengan komitmen dan sekaligus kita harus memiliki komitmen untuk merawat.
Itu adalah warisan yang tidak boleh dijual ataupun ditukar dengan nilai apapun.
"Karena begitu Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika dapat ditukar ataupun dijual dengan nilai yang lain, yang namanya Indonesia sebagai bangsa akan hilang dan kembali terpecah belah,” tegas Hargo.
Ia tekankan, semua warga negara apapun suku, agama, ras dan golongannya memiliki hak yang sama untuk hidup di Indonesia.
Tidak ada kelompok mayoritas yang lebih memiliki hak ataupun minoritas yang boleh diabaikan haknya dalam Pancasila.
Karena imbuhnya, ketika kepercayaan menjadi faktor penentu nilai mayoritas dan minoritas, faktor ini kemudian akan diikuti dengan suku mayoritas dan minoritas, ataupun golongan mayoritas ataupun minoritas.
Kekuatan Pancasila sebagai dasar negara menjadi jelas ketika baik kelompok mayoirtas dan minoritas menjadi satu bangsa.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.