ISKA: Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika Tidak Dapat Ditukar atau Dijual dengan Nilai yang Lain
Karenanya, seluruh warga negara Indonesia tanpa terkecuali, apapun agama, suku, ras dan golonganya harus merawat komitmen kebangsaan.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Hasanudin Aco
"Nilai Kebangsaan Indonesia terletak pada Bhinneka Tunggal Ika dan bukan azas yang lain,” ujar Hargo lebih lanjut.
Bangsa Indonesia, demikian dijelaskan lebih lanjut oleh Ketum PP ISKA itu, tidak mungkin menjadi bangsa besar ataupun kuat dan kemudian mampu memenangi Perang Generasi Ke-IV (The Fourth Generation Warfare) atau sering disebut Proxy War jika cara berpikirnya masih berlandaskan nilai mayoritas dan minoritas.
Di setiap pikiran warga negara Indonesia harus ada yang namanya “Bangsa Yang Besar dan Kuat” dan ditakdirkan untuk memenangkan perang tersebut.
Perang Generasi Ke-IV diawali dengan adanya pengaburan garis antara perang dan politik, tentara dan sipil, sehingga sulit menentukan metode perang yang akan digunakan.
Dalam perang ini, perbedaan antara situasi perang dan situasi damai menjadi kabur. Sehingga, akan sulit membedakan antara pasukan militer dan sipil.
Aksi-aksi dapat dilakukan secara serentak dan diam-diam dengan menggunakan ekonomi, pendidikan ataupun budaya. Oleh karena itu, Perang Generasi Ke-IV ini bukanlah perang senjata super canggih (hard power) tetapi justru menemukan bentuk baru dengan menyerang kelemahan pihak musuh (bangsa).
Ia pun menyebutkan siri utama Perang Generasi Ke-IV adalah menurunnya loyalitas terhadap negara dan sebagai gantinya adalah meningkatnya loyalitas alternatif, seperti kepada agama, suku, etnis, geng, kelompok atau ideologi tertentu.
Ia tegaskan, hanya dengan merawat komitmen kebangsaan, Indonesia dapat memenangkan perang ini.
"Negara ini aslinya merupakan pinjaman dari generasi mendatang yakni anak cucu kita. Jika saat ini, kita tidak dapat menjamin bahwa Tanah Air dan Negara Indonesia dengan segala kekayaannya adalah milik generasi mendatang, artinya, kita semua adalah para pihak yang berada dalam Perang Generasi Ke-IV itu. Yang akan memenangkan perang itu bukan bangsa Indonesia tetapi bangsa Asing yang menggunakan diri kita sebagai alatnya,” tegas Hargo.(*)