Desak Jokowi Bentuk TGPF Kasus Novel, PP Muhammadiyah: Kami Tagih Komitmen Antikorupsinya
"Kami menagih komitmen Antikorupsi yang menjadi "hutang" kampanye terpenting Presiden Joko Widodo."
Penulis: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah tidak hanya mendesak Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) kasus penyiraman air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tapi desakan serupa juga ditujukan kepada Presiden Jokowi.
Dalam kampanye dan janji politiknya saat maju menjadi Calon Presiden di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 lalu, Jokowi menjanjikan akan memberantas korupsi di tubuh pemerintahan.
"Permintaan yang sama (membentuk tim pencari fakta) juga disampaikan kepada Presiden RI, sekaligus menagih komitmen Antikorupsi yang menjadi "hutang" kampanye terpenting Presiden Joko Widodo," sebut Dahnil Anzar Simanjuntak, Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah dalam keterangan pers tertulisnya kepada Tribunnews, Senin (22/5/2017).
Dahnil Azhar menilai, polisi lamban dalam melakukan pengusutan. Apalagi jika dibandingkan dengan kesigapan polisi setiap menangani kasus dugaan terorisme di Indonesia.
Selain itu juga banyak keganjilan dalam penanganan kasus ini.
Baca: Penyidikan Lelet dan Ganjil, Pemuda Muhammadiyah Desak Bentuk Tim Pencari Fakta Kasus Novel
"Kami berharap Presiden bisa bersama-sama dengan Komnas HAM membentuk TGPF yang melibatkan beberapa pihak (organisasi kemasyarakan, LSM, Tokoh) yang independent dan berintegritas untuk menjadi anggota tim," katanya.
"Pembentukan TGPF Bagi kami sangat penting untuk menguak fakta sesungguhnya di balik upaya teror sistematis terhadap penyidik Senior KPK, Novel Baswedan," tegas Dahnil Anzar Simanjuntak.
"Bagi kami, kasus ini bukan sekedar teror terhadap pribadi Novel, namun teror dan upaya membunuh agenda pemberantasan korupsi di Indonesia dan melanggengkan praktik bandit politik di Indonesia," tandasnya.
"Dalam kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan, kami menilai banyak keganjilan, selain terkesan lambat di tengah 'kehebatan' polisi menangani kasus terorisme melalui Densus 88," sebut Dahnil Anzar Simanjuntak.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.