Penyidikan Lelet dan Ganjil, Pemuda Muhammadiyah Desak Bentuk Tim Pencari Fakta Kasus Novel
"Dalam kasus Novel Baswedan, kami menilai banyak keganjilan, selain terkesan lambat di tengah 'kehebatan' polisi menangani terorisme."
Penulis: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Novel Baswedan beberapa hari lalu menjalani operasi mata di Singapura setelah menjadi korban penyiraman air keras usai shalat subuh 11 April 2015 lalu di masjid dekat kediaman Novel Baswedan di Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Namun, mencermati kasus ini, Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah menilai polisi lamban dalam melakukan pengusutan.
Apalagi jika dibandingkan dengan kesigapan polisi setiap menangani kasus dugaan terorisme di Indonesia.
Pemuda Muhammadiyah juga menilai banyak keganjilan dalam penanganan kasus ini.
"Dalam kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan, kami menilai banyak keganjilan, selain terkesan lambat di tengah 'kehebatan' polisi menangani kasus terorisme melalui Densus 88," sebut Dahnil Anzar Simanjuntak, Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah dalam keterangan pers tertulisnya kepada Tribunnews, Senin (22/5/2017).
Keganjilan-keganjilan tersebut, kata Dahnil Anzar Simanjuntak, bisa dilihat dari pernyataan polisi bahwa AL tidak terbukti terlibat dan tidak cukup bukti.
Padahal, nama AL muncul berasal dari Novel yang menyerahkan foto yang bersangkutan,
Kemudian muncul nama Miko yang mengaku dibayar Novel untuk bersaksi pada salah satu kasus yang melibatkan mantan Ketua MK beberapa waktu yang lalu, yang didahului penyebaran testimoni yang bersangkutan ke sosial media bersamaan dengan ramainya kasus mega korupsi proyek e-KTP.
"Berangkat dari beberapa keganjilan tersebut, kami merasa perlu untuk mendorong berbagai pihak terlibat menemukan fakta kasus penyiraman air keras kepada Novel Baswedan tersebut," ungkapnya.
Tujuannya, tidak lain adalah untuk menguak fakta praktik bandit politik dan jejaring korupsi yang menguasai dan menteror Indonesia saat ini.
"Hari ini kami secara resmi menyampaikan permintaan kepada Komnas HAM RI agar membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) kasus Novel Baswedan, karena apa yang dialami oleh Novel Baswedan adalah terang teror yang mencederai Hak Asasi Manusia (HAM) mengancam hak untuk hidup dan bebas dari ketertakutan," ungkapnya.