Disclaimer Opinion, Dinilai Cermin Buruknya Pengelolaan Anggaran Bekraf
“Berarti cara mengelola (anggaran) jelek. Bekraf tidak bisa menerjemahkan keinginkan Presiden kemarin." kata Uchok.
Penulis: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Untuk pertama kalinya dalam 12 tahun terakhir, laporan keuangan pemerintah pusat mendapat penilaian Wajar Tanpa Pengeculian dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Prestasi positif ini dilengkapi dengan naiknya peringkat kredit Indonesia menjadi investmen grade (BBB-) dari junk (BB+) berdasarkan penilaian S & P Global Ratings.
Namun masih ada 6 Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga (LKKL) yang mendapat opini Tidak Menyatakan Pendapat (disclaimer opinion), yaitu Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Pemuda dan Olah Raga, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Lembaga Penyiaran Publik TVRI, Bakamla, dan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf).
Penilaian Tidak Memberikan Pendapat (TMP) yang diperoleh Badan Ekonomi Kreatif ini menjadi tanda tanya ditengah tingginya harapan publik terhadap akselerasi pengembangan sektor ekonomi kreatif. Tentu hal ini disayangkan, karena Bekraf sebenarnya merupakan lembaga andalan Presiden Joko Widodo.
Demikian disampaikan Direktur Centre For Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi.
“Berarti cara mengelola (anggaran) jelek. Bekraf tidak bisa menerjemahkan keinginkan Presiden kemarin. Itu sebabnya Uchok tak heran, bahwa penyerapan anggaran Bekraf juga teramat rendah,” kata Uchok, di Jakarta, Selasa (23/5/2017).
Menurutnya, hal itu terjadi karena Bekraf tidak bisa menjalankan Visi dan Misi lembaga melalui program kerja.
“Kita lihat saja, program andalan andalan Bekraf sama sekali tidak terlihat, seperti ditelan bumi. Kalaupun ada, tak satu pun yang mendorong atau memotivasi masyarakat untuk menciptakan ekonomi kreatif. Kebanyakan dalam bentuk kajian atau focus group discussion (FGD),” urainya.
Dalam hal ini, Uchok menilai bahwa Triawan Munaf selaku Kepala Bekraf, sama sekali tidak memiliki kualitas dan kompetensi dalam memimpin suatu lembaga.
Menurutnya, sebagai pemimpin seharusnya Triawan bisa mengontrol pembantunya dalam perencanaan dan pelaksanaan anggaran.
“Dia sama sekali tidak becus. Akibatnya program sama sekali jauh dari harapan dan laporan keuangan pun buruk,” kata aktivis yang selalu mencermati penggunaan anggaran ini.
Tanggapan senada disampaikan Anggota Komisi X DPR Sofyan Tan.
Menurut Sofyan, buruknya opini yang diberikan BPK, karena Bekraf tidak profesional dalam pengelolaan anggaran. Apalagi, lembaga baru tersebut juga banyak diisi orang baru.
“Bekraf kesulitan ketika penggunaan anggaran harus sesuai dengan tata cara pembayaran. Mereka punya program tetapi belum mampu dilaksanakan dengan tata kelola yang baik. Secara administrasi, orang-orang dalam Bekraf memang kurang menguasai. Mungkin mereka masih butuh waktu untuk adpatasi,” kata Sofyan, yang juga anggota Fraksi PDI Perjuangan.
Menurut Sofyan, Bekraf memang tidak mampu mengelola anggaran dengan baik dan optimal. Hal ini dibuktikan, dari rendahnya daya serap anggaran lembaga tersebut.
Ketika melakukan FGD dengan DPR, lanjut Sofyan, Bekraf mengakui bahwa SDM yang mereka miliki memang belum memadai untuk melaksanakan kegiatan penggunaan anggaran dengan baik. Sofyan tentu menyayangkan.
Harusnya dengan peningkatan status sebagai lembaga pemerintah non kementerian, kinerja Bekraf lebih baik dibandingkan sebelumnya, yakni ketika masih berada di bawah Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Nyatanya, banyak program yang seharusnya dijalankan untuk meningkatkan ekonomi kreatif, termasuk produk UKM, namun tidak dilaksanakan.
Wakil rakyat dari daerah pemilihan (Dapil) Sumatera Utara ini mencontohkan dua produk asal Sumatera Utara, yaitu Kain Ulos dan Soto Medan. Ketika Bekraf melakukan kunjungan ke luar negeri, mereka sama sekali tidak memperkenalkan produk tersebut. Padahal, produk tersebut memiliki potensi besar untuk dikembangkan, termasuk untuk pasar mancanegara.
“Kejelian mereka masih sangat kurang,” kata dia. (*)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.