Sudah Enam Kasus Suap Terkait Audit BPK
Antara tahun 2015 hingga Mei 2017, terdapat enam kasus suap yang melibatkan 23 auditor dan pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW), Emerson Yuntho menyatakan, antara tahun 2015 hingga Mei 2017, terdapat enam kasus suap yang melibatkan 23 auditor dan pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Pada kasus-kasus tersebut, nilai suap terkecil adalah Rp 80 juta per orang sedangkan yang terbesar Rp 1,6 miliar per orang.
Dari enam kasus tersebut, paling banyak adalah kasus suap untuk mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
"Ada tiga kasus suap untuk mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian, satu kasus suap untuk mendapatkan Opini Wajar Dengan Pengecualian, satu kasus suap untuk mengubah hasil temuan BPK dan satu kasus suap untuk "membantu" kelancaran proses audit BPK," papar Emerson lewat pesan tertulis yang diterima Tribunnews, Sabtu (27/5/2017).
Di luar kasus terbaru yang diungkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jumat (26/5/2017) sore, ICW mencatat, uang suap yang diterima auditor atau pegawai BPK bervariasi antara puluhan juta per orang hingga miliaran rupiah.
"Nilai suap terkecil adalah Rp 80 juta dan terbesar Rp 1,6 miliar per orang," kata Emerson.
"Dari 23 nama yang diduga terlibat, lima orang telah divonis bersalah oleh Pengadilan Tipikor, 14 hanya dapat sanksi internal BPK dan empat di antaranaya masih dalam proses pemeriksaan KPK," imbuhnya.
Terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) auditor BPK dan pejabat Kementerian Desa, KPK belum membeberkan nilai uang suap yang diterima auditor BPK.
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah menyatakan, dalam OTT tersebut penyidik KPK menemukan sejumlah uang. Namun jumlahnya belum diumumkan karena masih dalam penghitungan.
"Informasi dari tim, uangnya dalam bentuk rupiah," katanya.
Baca: Irjen Kemendes yang Jadi Tersangka Tinggal di Gang Sempit
Terpisah, Deputi Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Apung Widadi menilai, penangkapan pejabat BPK oleh KPK korupsi terkait jual-beli status WTP merupakan tamparan keras bagi pemerintahan Joko Widodo.
"Selang seminggu setelah BPK memberikan hasil audit kepada Presiden dengan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), malam ini dua auditor utama BPK ditangkap KPK bersama dengan oknum dari Kemendes," kata Apung seperti dikutip dari Kompas.com, Jumat (26/5/2017).
Apung mengatakan, sejak awal, pemerintahan Jokowi harusnya tidak terlalu membanggakan status WTP yang diberikan oleh BPK. Sebab, status WTP memang tidak menjamin pemerintahan bersih dalam tata kelola anggaran.
Terbukti, menurut dia, banyak kasus korupsi kepala daerah yang ditangani KPK, padahal predikat laporan keuangan daerahnya WTP.
"Istilahnya ini ditunjukkan oleh KPK (ke Jokowi), WTP rasanya tidak layak dibanggakan," ucap Apung.
Apung mengaku sudah lama mendengar kabar bahwa status WTP diperjualbelikan oleh oknum di BPK. Kabar ini pun terbukti setelah penangkapan oleh KPK. Fitra pun mendesak adanya reformasi internal di BPK.
"Ini adalah tamparan keras bagi BPK. Mitos selama ini bahwa ada jual beli predikat WTP di BPK seolah-olah terpecahkan," katanya. (vin)