Ahmad Basarah: Peringati Harlah Pancasila dengan Suasana Khidmat
Pada tanggal 1 Juni 2017, bangsa Indonesia akan merayakan peringatan Hari Lahir (Harlah) Pancasila yang ke-72.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pada tanggal 1 Juni 2017, bangsa Indonesia akan merayakan peringatan Hari Lahir (Harlah) Pancasila yang ke-72.
Ketua Fraksi PDIP MPR-RI, Dr. Ahmad Basarah mengatakan peringatan harlah Pancasila tahun ini tentu berbeda dengan peringatan harlah Pancasila sebelum ini karena mulai tahun 2016 lalu Pemerintah telah menetapkan secara resmi tanggal 1 Juni 1945 sebagai Hari Lahir Pancasila melalui Surat Keputusan Presiden nomor 24 tahun 2016 tanggal 1 Juni 2016.
"Selain menetapkan 1 Juni sebagai Harlah Pancasila, pemerintah juga menjadikan tanggal 1 Juni sebagai hari libur nasional dan Harlah Pancasila itu diperingati oleh pemerintah dan segenap komponen bangsa lainnya pada setiap tahunnya," kata Basarah di Jakarta, Senin (29/5/2017).
Menurut Basarah, dalam bagian konsideran/menimbang Kepres 24 tahun 2016 tersebut dikatakan bahwa Pancasila, sejak dicetuskan Bung Karno tanggal 1 Juni 1945 di depan sidang BPUPK, kemudian berkembang menjadi Piagam Djakarta tanggal 22 Juni 1945 oleh Panitia 9 hingga mencapai teks final tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) adalah satu kesatuan proses lahirnya Pancasila sebagai dasar negara.
Penjelasan Prof. Notonegoro tanggal 31 September 1951 di Universitas Gajah Madah mengatakan bahwa pengakuan terhadap Pancasila 1 Juni 1945 bukan terletak pada bentuk formil dimana urut-urutan sila-silanya berbeda dengan sila-sila yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945.
"Namun pengakuannya justru terletak pada azas dan pengertiannya yang tetap sebagai dasar falsafah negara," ujar Basarah.
Dari rumusan Pancasila yang dipidatokan Bung Karno tanngal 1 Juni 1945 tersebut terdapat dimensi Ketuhanan yang menjadi salah satu prinsip bagi dasar Indonesia merdeka.
"Bahkan dalam penjelasan tentang sila Ketuhanan tersebut, Bung Karno menjabarkan bahwa hendaknya bangsa Indonesia menjadi bangsa yang bertuhan dan wajib menjalankan perintah Tuhannya dengan cara yang leluasa dan saling hormat menghormati," kata Basarah.
Menurut Basarah, dari pandangan dan sikap Bung Karno dalam Pidato 1 Juni 1945 tersebut sangat jelas bahwa Bung Karno menolak konsep atheisme dan menginginkan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang religius.
Bahkan, lanjut Basarah, pembentukan Panitia 9 di masa reses sidang BPUPK yang kemudian menghasilkan naskah Piagam Djakarta adalah atas prakarsa dan inisiatif pribadi Bung Karno sebagai bentuk niat baik dan penghormatan beliau untuk menjaga keseimbangan antara Golongan Islam dan Golongan Kebangsaan pada waktu itu.
"Pada naskah Piagam Djakarta yang disepakati dalam Panitia 9 yang juga diketuai oleh Bung Karno, sila Ketuhanan sudah berubah menjadi sila Pertama bahkan dengan ditambah 7 kata yaitu menjalankan kewajiban syariat Islam bagi para pemeluknya. Dengan demikian, Bung Karno adalah asbabun nuzul atau penyebab utama bagi lahirnya naskah Piagam Djakarta itu," kata Basarah.
Dari keseluruhan anggota BPUPK, Anggota Panitia 8, anggota Panitia 9 dan anggota PPKI tidak ada satupun pimpinan atau anggota PKI yang terlibat di dalamnya.
Dengan demikian, menurut Basarah, pernyataan yang dibuat oleh seseorang yang mirip dengan saudara Alfian Tanjung yang beredar di media sosial yang mengatakan bahwa Pancasila 1 Juni adalah Pancasilanya PKI sebagai pernyataan yang a-historis dan bersifat menebar kebencian kepada Bung Karno dan Presiden Jokowi.
"Pernyataannya juga telah menyebarkan berita bohong tentang proses pembentukan Pancasila sebagai dasar negara kepada masyarakat luas serta telah bersifat fitnah dan masuk ke dalam ranah perbuatan tindak pidana," kata Basarah.