Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Mengenang 100 tahun Sumitro Djojohadikusumo: Belajar Jadi Pemimpin yang Berpihak kepada Rakyat

Banyak jejak pemikiran yang menjadi warisan tidak saja bagi keluarga, tetapi juga bagi bangsa Indonesia yang sangat dicintai Sumitro

Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Mengenang 100 tahun Sumitro Djojohadikusumo: Belajar Jadi Pemimpin yang Berpihak kepada Rakyat
Tribunnews/Herudin
Hashim Djojohadikusumo, putra Sumitro dan juga adik dari Prabowo Subianto. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejarah Indonesia pernah mencatat sebuah nama Sumitro Djojohadikusumo (29 Mei 2017 – 9 Maret 2001) sering disebut sebagai Begawan Ekonomi Indonesia, arsitek ekonomi Indonesia modern dan juga banyak berperan mendirikan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia di mana beliau menjadi Guru Besar.

Sejarah merupakan catatan bernilai untuk dipahami, dipelajari untuk kepentingan masa depan. “Indonesia membutuhkan teladan untuk membangun kembali kepercayaan diri bahwa kita bisa,” demikian ujar Hashim Djojohadikusumo, putra bungsu Sumitro dalam kesempatan silaturahmi keluarga, kerabat dan sahabat, Mengenang 100 Tahun Sumitro Djojohadikusumo, di Jakarta (29/5).

Banyak jejak pemikiran yang menjadi warisan tidak saja bagi keluarga, tetapi juga bagi bangsa Indonesia yang sangat dicintai Sumitro. “Perjuangan dan jejak para pendahulu di negeri ini harus diteruskan dari generasi ke generasi, menjadi sumber semangat dan teladan menuju masa depan yang lebih baik, bagi kita dan bagi bangsa Indonesia,” tegas Hashim, seperti yang diterima Tribunnews.com

Sepanjang karirnya dipemerintahan, Sumitro berkali-kali dipercaya menjadi menteri didalam berbagai kabinet. Menteri Perekonomian (1950-1951), Menteri Keuangan (1952-1953 dan 1955-1956), Menteri Perdagangan (1968-1973), Menteri Negara Riset (1973-1978).

“Dalam berbagai jabatan tersebut, kita catat salah satu warisan penting Sumitro bagi Indonesia adalah pemikirannya tentang mengembangkan ekonomi dengan keberpihakan pada rakyat,” ungkap Dawam Rahardjo, Ketua Pengurus LP3S yang hadir di acara tersebut.  

Sejarah mencatat, ketika Sumitro menjabat sebagai Menteri Perekonomian, pemerintah Indonesia, meluncurkan Sistem Ekonomi Gerakan Benteng, sebuah program ini bertujuan untuk mengubah struktur ekonomi kolonial menjadi struktur ekonomi nasional (pembangunan ekonomi Indonesia).

“Sistem ini menumbuhkan pengusaha bangsa Indonesia. Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi nasional,” jelas Dawam lebih lanjut.

Berita Rekomendasi

Konsisten dan konsekuen keberpihakan pada rakyat, tampak dalam berbagai kebijakan dan pemikiran lain yang pernah digagasnya, seperti program industrialisasi yang dilakukan dengan membangun sentra-sentra industri kecil dan kerajinan.

Pemikirannya tentang pembentukan modal dalam negeri, dengan pemberdayaan dan memperkuat koperasi, melalui perdagangan internasional. Implementasi yang dilakukan di masa itu, untuk membentuk modal bagi pembangunan industri adalah memberikan hak monopoli impor bahan baku batik pada koperasi terbesar waktu itu yaitu Gabungan Koperasi Batik Indonesia (GKBI).

Dengan keuntungan besar yang diperoleh koperasi maka modal investasi domestik dapat dibentuk. Modal milik koperasi itulah yang dipakai untuk mendirikan sendiri industri bahan baku batik baik oleh GKBI maupun koperasi-koperasi primer. “Dalam membangun ekonomi Indonesia, memang harus ada keberpihakan yang jelas pada rakyat, ini kunci pemikiran Sumitro,” kata Dawam lagi.

Disisi lain, Prabowo Subianto yang merupakan putra pertama, anak kedua, dari Sumitro Djojohadikusumo dalam kenangannya mengatakan bahwa dari sang ayah ia banyak mendapatkan nilai-nilai cinta tanah air, nasionalime, patriotisme, membangun bangsa dan negara.

“Ayah saya selalu bicara tentang perjuangan Pangeran Diponogoro, Sultan Agung, Sudirman dan lain sebagainya,” kata Prabowo. "Sejak kecil yang saya dengar adalah kebanggaannya pada bangsanya, hormati dan pikirkan rakyat kecil,” kenang Prabowo.


"Sumitro bagi kami adalah ayah, guru dan mentor. Yang paling berkesan dan masih relevan untuk bangsa kita saat ini adalah pesannya, kita boleh berbeda pandangan secara politik, tetapi untuk kepentingan nasional kita harus bersatu,” ujar Prabowo menutup kenangannya.

Mengenang 100 tahun Sumitro ditandai dengan silaturahmi dan buka puasa bersama yang dihadiri oleh keluarga besar Djohohadikusumo, kerabat, sahabat keluarga dan mantan murid beliau.

Mengawali acara “Mengenang 100 tahun Sumitro Djojohadikusumo”, diselenggarakan sebuah pameran yang mempresentasikan berbagai foto kenangan, catatan pemikiran dan karya serta memorabilia dari Prof. Sumitro Djojohadikusumo.

“Memperingati 100 tahunnya, kami ingin mengenangnya dengan penuh syukur, disertai semangat menggali teladan dari setiap penggal suka duka beliau sebagai anak bangsa, yang tersaji dalam cerita, gambar dan pikirannya serta karya beliau,” jelas Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, salah seorang cucu yang juga anggota DPR RI, yang mempersiapkan pameran tersebut. “Sesudah ini, pameran akan dilakukan di beberapa tempat lain, sehingga publik juga dapat melihatnya,” ungkapnya lagi.

Tampak hadir dalam acara tersebut, selain keluarga dan kerabat, mantan murid, rekan sekerja dan sahabat lainnya seperti Prof. DR. Emil Salim, Prof. Subroto, J.B. Sumarlin.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas