PPP Dorong Pemerintah Terapkan Fatwa MUI Soal Medsos Lewat Undang-undang
Fraksi PPP mendukung sepenuhnya Fatwa MUI Nomor 24 Tahun 2017 tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah lewat Media Sosial.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Fraksi PPP mendukung sepenuhnya Fatwa MUI Nomor 24 Tahun 2017 tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah lewat Media Sosial.
Terutama terkait dengan pelarangan konten yang memicu memicu permusuhan, ujaran kebencian, aktivitas buzzer yang mem-bullying dengan konten SARA, menyediakan informasi berisi hoax, fitnah, ghibah, namimah, aib, gosip.
"Hal-hal lain sejenis sebagai profesi untuk memperoleh keuntungan, baik ekonomi maupun non-ekonomi," kata Ketua Fraksi PPP Reni Marlinawati di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (7/6/2017).
PPP, kata Reni, mendorong pemerintah untuk mengimplementasikan Fatwa MUI tentang Medsos tersebut dalam bentuk regulasi dan atau Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia baik berupa UU, PP atau Peraturan Menteri Kominfo. Bahkan sampai
tingkat daerah berupa Perda.
Waketum PPP itu menilai pemerintah merumuskan strategi pengawasan dan sanksi yang tegas untuk mendorong agar implementasi fatwa ini lebih efektif.
"Untuk masyarakat, Fraksi PPP meminta jika terdapat informasi yang beredar di Masyarakat. sepatutnya dikonfirmasi dan tabayyun terlebih dahulu," kata Reni.
Caranya, dipastikan aspek sumber informasi. Lalu dipastikan aspek kebenaran konten yang meliputi isi dan maksudnya.
"Dipastikan konteks tempat dan waktu serta larang belakang saat informasi tersebut disampaikan," kata Reni.
Sebelumnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa sebagai respon atas maraknya penggunaan media sosial oleh masyarakat belakangan ini.
Dalam acara diskusi publik dan konferensi pers Fatwa Hukum dan Pedoman Bermuamalah melalui Media Sosial, di Kantor Kominfo Jalan Medan Merdeka, Jakarta, Senin (5/6/2017) sore, Sekretaris MUI Asrorun Ni'am membacakan isi fatwa tersebut.
"Setiap muslim yang bermuamalah (bersosialisasi) melalui media sosial diharamkan untuk melakukan ghibah, fitnah, namimah (adu domba) dan penyebaran permusuhan," ujar Asrorun.
Selain itu diharamkan pula setiap muslim menyebarkan materi pornografi, kemaksiatan dan segala hal yang terlarang secara syar'i.
Fatwa MUI juga melarang kegiatan memproduksi, menyebarkan atau membuat konten yang tidak benar (hoax) kepada masyarakat.
Begitu juga dengan usaha mencari-cari informasi mengenai aib, gosip dan kejelekan orang lain.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.