500 Detonator di Makassar Berasal dari Malaysia dan Dikendalikan Napi Penghuni Lapas Bolangi
"Dari hasil pemeriksaan, detonator ini akan digunakan untuk bom ikan dan diperoleh berdasarkan pengiriman seseorang yang berasal dari Malaysia,"
Penulis: Abdul Qodir
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Abdul Qodir
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polisi menangkap dan menetapkan warga Rapoccini, MAF alias Fajrin (25), sebagai tersangka atas kepemilikan 500 detonator.
Ratusan detonator tersebut sebelumnya hendak diselundupkan ke Pontianak, Kalimantan Barat, melalui paket kiriman di terminal kargo Bandara Sultan Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (11/6/2017).
Dari pemeriksaan, Fajrin memperoleh ratusan detonator tersebut dari H Andi, seorang napi yang mendekam di Lapas Bolangi, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.
Andi merupakan napi atas kasus yang sama alias residivis.
Kepada polisi, Andi mengaku 500 detonator tersebut dipesannya dari warga di Malaysia seharga Rp 20 juta.
Barang tersebut diselundupkan melalui jalur laut dan darat hingga ke tangan Fajrin di Makassar.
"Dari hasil pemeriksaan, detonator ini akan digunakan untuk bom ikan dan diperoleh berdasarkan pengiriman seseorang yang berasal dari Malaysia," ujar Kabag Penum Divisi Humas Polri, Kombes Pol Martinus Sitompul, di Mabes Polri Jakarta, Kamis (156/2017).
Jalur penyelundupanya, dijelaskan Martinus, dari Malaysia detonator masuk melalui Kalimantan Timur.
Kemudian Parepare-pare, lalu dikirim lewat jalan darat ke Makassar, Sulawesi Selatan.
H Andi melalui F hendak mengirimkan 500 detonator tersebut kepada pemesan atau pembeli H Raji di Ketapang, Kalimantan Barat, melalui jasa pengiriman paket.
Sebanyak 500 detonator tersebut dijualnya seharga Rp 27,5 juta atau memperoleh keuntungan Rp 7,5 juta.
Dalam pengiriman paket berisi 500 detonator itu, F menggunakan alamat pengirim dan penerima palsu.
Namun, rencana tersebut gagal setelah petugas Absev terminal kargo Bandara Sultan Hasanuddin curiga dengan paket kardus yang berdokumen isi kue.
Setelah diperiksa dengan mesin X-ray, ternyata paket tersebut berisi 500 detonator.
"Detonator itu sudah di uji lab. Hasilnya bukan merupakan yang high explosive, tapi itu pemiciu yang low explosive. Ini murni untuk bom ikan dan sampai saat ini belum ditemukan kaitannya dengan terorisme," kata Martinus.
Kini tersangka F dijerat dengan Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951.
Sebelumnya, F pernah mengirim detonator menggunakan kapal laut dengan dibawanya sendiri.
"Itu tiga bulan sebelumnya. Nah kemarin dia ingin gampang, mudah, kemarin dia kirim lewat eskpedisi dan akhirnya terdeteksi," kata Martinus.