KPK Harus Tegaskan Status Setya Novanto di Kasus E-KTP
Komisi Pemberantasan Korupsi diminta untuk tegas dalam mengusut kasus dugaan korupsi e-KTP sampai akarnya.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNERS - Komisi Pemberantasan Korupsi diminta untuk tegas dalam mengusut kasus dugaan korupsi e-KTP sampai akarnya.
Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Rumah Gerakan 98 menyatakan ironinya terhadap kasus yang sempat menyinggung nama Ketua DPR RI Setya Novanto tersebut.
Ketua Umum DPN RG 98 Bernard Ali Mumbang Haloho menyatakan, Indonesia tidak dapat berkembang bila para pejabatnya, baik sejumlah wakil rakyat, maupun sejumlah pucuk pimpinan birokrasinya malah tidak bisa dicontoh karena tidak berkarakter.
"Lagi-lagi orang awam pun akan bertanya bagaimana mungkin bangsa Indonesia bisa mencapai berdikari bila Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara menanggung hutang Rp 3.549 triliun atau sebesar 28,6 persen dari total PDB sebesar Rp 12.406,8 triliun masih juga dikorup," sesal Bernard dalam keterangannya kepada media, Kamis (15/6/2017).
Tidaklah berlebihan bagi Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Rumah Gerakan 98 menyebut mereka yang nantinya terbukti dinyatakan pengadilan mengorupsi proyek e-KTP benar-benar telah melakukan moral hazard.
Ada tiga hal yang membuat para pejabat pemerintah maupun DPR RI yang melakukan itu layak menyandang sebutan pelaku moral hazard: pertama, mereka memberi contoh buruk kepada para pejabat yang levelnya di bawah mereka, termasuk kepada masyarakat ekonomi menengah ke bawah yang menjadikan mereka figur. Perilaku ini jelas akan menumbuh suburkan korupsi sebagai hal biasa.
"Kedua, para pelaku korupsi e-KTP memperkaya diri dan menghambat upaya membebaskan Indonesia dari ketergantungan akan hutang luar negeri maupun dalam negeri. Langkah mewujudkan kemandirian ekonomi bangsa (berdikari) pun terhambat," jelas Bernard.
Selanjutnya, pelaku korupsi e-KTP jelas-jelas tidak beradab karena selain menggarong uang rakyat juga mengganggu elektronisasi KTP, yang sangat penting untuk pencanggihan dari akses basis data kependudukan manual menjadi otomatis.
Hal ini menunjukkan kemajuan peradaban administrasi pemerintahan sipil ini, multi guna dalam pelayanan hak-hak penduduk secara sosial- ekonomi, hukum, maupun otomatisasi data calon pemilih dalam Pemilu secara cepat.
Praktis ketiganya terganggu karena digerogoti oleh perilaku koruptor. Korupsi benar-benar merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime).
"Berdasarkan permasalahan di atas, Dewan Pimpinan Nasinal (DPN) Rumah Gerakan 98 mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar serius dalam menuntaskan kasus e-KTP. Berdasarkan fakta-fakta persidangan sebagaimana pernyataan para saksi, Ketua DPR RI Setya Novanto diduga kuat terlibat dalam kasus korupsi e-KTP. Dalam surat dakwaan disebut mendapat jatah Rp 574 miliar," paparnya.
Sementara itu Sekjen DPN RG 98 Sayed Junaidi Rizaldi menambahkan, mantan Sekjen Kemendagri Diah Anggraini salah satu yang mengungkapkan fakta persidangan dalam sidang E-KTP, 16 Maret 2017.
Diah mengatakan kepada Hakim Sidang Tipikor tentang pesan Setya Novanto sewaktu baru menjabat sebagai Ketua Fraksi Golkar/Bendahara Golkar dalam pertemuan pelantikan Ketua BPK, ia diminta menyampakan pesan ke Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Irman, agar pura-pura tidak mengenal Setya Novanto bila ditanya orang.
KPK merupakan anak kandung Gerakan Reformasi harus menunjukkan ketegasannya dalam penegakan hukum, dan menjalankan asas persamaan di depan hukum, aquality before the law.
"Betapapun Setya Novanto adalah Ketua DPR RI, namun bila mencukupi dua alat bukti harus ditetapkan sebagai tersangka. Mari bersama-sama menjaga negeri Indonesia tercinta dari tindakan koruptor yang terus menerus melakukan moral hazard," pungkas Sayed.
Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Rumah Gerakan 98