Golkar Belum Dapat Informasi Langsung Terkait OTT KPK Gubernur Bengkulu
Aziz mengatakan partai berlambang pohon beringin itu akan memberikan bantuan hukum
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dikabarkan melakukan operasi tangkap tangan (OTT) Gubernur Bengkulu, Ridwan Mukti dan istrinya Lili Madari.
Partai Golkar mengaku belum mendapat laporan resmi mengenai OTT KPK tersebut.
"Informasi itu kita sudah dapat, tapi secara langsung dari beliau belum dan di dalam hal ini, Partai Golkar tentu menghormati proses hukum yang akan dilakukan penegak hukum," kata Ketua DPP Golkar Aziz Syamsuddin di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (20/7/2017).
Aziz mengatakan partai berlambang pohon beringin itu akan memberikan bantuan hukum kepada Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti.
"Mudah-mudahan dugaan ini tidak membuat pihak yang diduga ini tidak terpenuhi unsurnya. Unsur tidak terpenuhi, bisa pulang nanti malam," kata Aziz.
Aziz menuturkan pihaknya selalu menjunjung asas praduga tidak bersalah.
Golkar menunggu sampai kasus tersebut putusan hukum tetap. Golkar, katanya, mengaku prihatin dengan kejadian tersebut.
"Kita sebagai kader Partai Golkar untuk berhati-hati dan secara agama ini tanda-tanda partai mau besar," kata Ketua Banggar DPR itu.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Muhammad Syarif membenarkan tim penyidiknya mengamankan Gubernur Bengkulu, Ridwan Mukti dan istrinya Lili Madari, Selasa (20/6/2017).
Saat ini, pasutri dan tiga orang lainnya yang diamankan tengah dalam perjalanan dibawa dari Bengkulu ke KPK, Kuningan, Jakarta Selatan untuk diperiksa lanjutan dan ditentukan status hukumnya.
"Benar, nanti detailnya tunggu press conference saja," ucap Laode.
Lebih lanjut, Juru Bicara KPK, Febri Diansyah menambahkan selain Gubernur dan istrinya, pihaknya juga amankan tiga orang lainnya. Tim juga mengamankan uang dalam mata uang rupiah di dalam satu kardus.
"Kami mengamankan 5 orang di lokasi dan 1 kardus berisi uang. Dari lima orang ini ada yang perempuan dan ada bendahara parpol di daerah juga. Diduga ada transaksi yang terjadi antara pihak swasta dan pihak penyelenggara negara setempat," ujar Febri.