Sistem 144 SKS Terlalu Bebani Mahasiswa Dalam Belajar
Banyak SKS menghambat kreatifitas dosen dan mahasiswa dalam menghasilkan karya dan melakukan penelitian.
TRIBUNNEWS.COM - Tim kunjungan kerja spesifik Komisi X DPR dalam kunjungannya ke Provinsi Jawa Tengah menerima keluhan banyaknya SKS (Sistem Kredit Semester) yang harus dicapai mahasiswa untuk menyelesaikan masa perkuliahan yang mencapai 144 SKS.
Beban ini terlalu berat dan menghambat kreatifitas mahasiswa.
Hal itu mengemuka saat pertemuan Tim Kunspek Komisi X DPR dipimpin Wakil Ketua Abdul Fikri Faqih di Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah Kamis (15/6/2017).
Hadir pula dalam acara ini rektor-rektor kampus di Jawa Tengah meliputi Rektor Undip, Rektor Unsoed, UNS, Unes, Universitas Tidar, ISI Surakarta, Poltek Negeri Semarang, Poltek Maritim, Poltek Negeri Cilacap, Unkris Salatiga, Universitas Sultan Agung, Untag, Universitas Muria Kudus dan Universitas Pekalongan.
Rektor Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga John A Titaley mengungkapkan, sistem 144 SKS tersebut terlalu membebani mahasiswa dan dosen sehingga mahasiswa tidak bisa mengeluarkan kemampuannya dengan baik dan dosen tidak bisa melakukan penelitian untuk meningkatkan kualitas mengajar.
Menanggapi hal itu Ketua Tim Kunspek Abdul Fikri mengatakan, kita terlalu terbebani oleh sistem SKS, dalam 4 tahun harus menyelesaikan 144 SKS.
Jika dibagi berarti dalam sepekan mahasiswa harus belajar selama 54 jam, padahal di kampus luar negeri dalam sepekan hanya 36 jam.
“Pantas lulusan luar negeri lebih kreatif dan lebih banyak melakukan penelitian, karena mereka punya space waktu. Berbeda dengan mahasiswa kita yang terlalu dibebani dengan 54 jam kerja dalam sepekan, dosen juga dibebani dengan banyak waktu mengajar sehingga waktu dosen untuk membuat penelitian berkurang. Kita akan mengevaluasi sistem ini dengan Menteri Ristek dan Dikti,” tutur politisi PKS ini.
Sedangkan anggota Tim Kunspek Mujib Rohmat menyoroti pemerintah yang tidak memiliki blue print jangka panjang untuk pendidikan, seiring pergantian menteri berbeda pula program yang dibuat sehingga membebani peserta didik.
Ia juga menyoroti pendirian kampus politeknik yang seharusnya didirikan sesuai dengan kebutuhan industri yang ada di sekitar kampus tersebut, sehingga ketika lulus kuliah mahasiswa dapat dengan mudah mendapatkan pekerjaan dan berperan membangun ekonomi di daerahnya. (Pemberitaan DPR RI)