Hotman Sebut Penetapan Tersangka Hary Tanoe Bermuatan Politis
Isi SMS Hary Tanoe juga menyebut, "kita buktikan siapa yang salah dan siapa yang benar".
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengacara Komisaris Utama MNC Group Hary Tanoesoedibjo, Hotman Paris Hutapea, menganggap penetapan tersangka kliennya bermuatan politis.
Menurut Hotman Paris, isi SMS Hary Tanoe kepada Kepala Subdirektorat Penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Yulianto sama sekali tidak mengandung unsur ancaman.
"Isi sms Hary Tanoe bersifat umum dan idealis, dan tidak mengancam seseorang," ujar Hotman melalui keterangan tertulis, Jumat (23/6/2017).
Petikan isi SMS yang dikirim Hary kepada Yulianto, yaitu "Apabila saya pimpinan negeri ini, maka di situlah saatnya Indonesia akan diubah dan dibersihkan dari hal-hal yang tidak sebagaimana mestinya".
Isi SMS Hary Tanoe juga menyebut, "kita buktikan siapa yang salah dan siapa yang benar".
"Jadi Hary Tanoe dalam SMS tidak pernah menyebut Jaksa Julianto sebagai 'yang salah', dan tidak pernah menyebut sebagai 'yang tidak bersih'," kata Hotman.
Dengan demikian, Hotman mempertanyakan sangkaan Pasal 29 Undang-Undang tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE) mengenai ancaman melalui media elektronik.
Dalam pasal tersebut disebutkan, ancaman yang dimaksud memiliki unsur kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara khusus kepada pribadi tertentu.
Sementara itu, menurut Hotman, isi SMS Hary tidak ditujukan untuk mengancam Yulianto.
"Contohnya, Si Poltak mengirimkan SMS ke Si Rudi yang berisi, 'Apabila Rudi tidak membayar hutang, maka rumah Rudi akan dibakar'. Inilah contoh ancaman yang dimaksud dalam pasal 29 UU ITE," kata Hotman.
Hotman kembali menjelaskan isi SMS Hary kepada Yulianto, yang isinya menyatakan bahwa "apabila saya jadi pimpinan negeri ini, di situlah saatnya Indonesia akan dibersihkan."
Menurut Hotman, kalimat tersebut merupakan bahasa idealisme dari semua politisi.
Para calon presiden Indonesia pada saat kampanye, kata dia, juga mengucapkan kalimat seperti itu.
"Kami dan publik menunggu, apakah benar terjadi dugaan penganiyaan hukum bermotifkan politik oleh lawan-lawan politisi dan oknum pimpinan partai yang kebetulan dekat dengan kekuasaan sekarang ini," kata Hotman.