Pengajar Hukum Tata Negara Beberkan Lima Kesesatan Pansus Angket KPK
"Pola demikian untuk menjamin independensi aparat penegak hukum dan menjauhkannya dari intervensi kepentingan politik,"
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota DPP Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN), Feri Amsari membeberkan lima kesesatan Pansus Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam rilisnya, Senin (10/7/2017) Feri Amsari yang juga Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas ini menyebut kesesatan pansus hak angket terhadap KPK dapat dibuktikan dengan lima hal.
Pertama, panitia khusus angket diisi figur-figur yang terlibat dalam perkara yang ditangani KPK khususnya kasus KTP-Elektronik.
Dengan demikian pembentukan panitia khusus hak angket berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.
Alasannya berkaitan dengan perkara pro-justitia yang sedang ditangani KPK mengancam pemidanaan diri mereka.
Terhadap kondisi tersebut, pansus hak angket sudah dapat dikategorikan tidak sah.
Kedua, Pansus angket dibentuk dengan prosedur yang sesat.
Secara khusus Pasal 199 ayat (3) UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) tegas menghendaki dilakukannya mekanisme voting agar usul penggunaan angket menjadi hak angket.
Namun, mekanisme ini tidak dijalankan DPR sehingga Pansus yang berjalan saat ini cacat prosedur pembentukannya.
Konsekuensi sebuah tindakan lembaga negara yang tidak sesuai prosedur adalah batal demi hukum.
Pansus hak angket harus dianggap tidak pernah ada karena hal itu.
Ketiga, pembentukan pansus hak angket terhadap KPK telah melanggar konsep independensi KPK.
Penyimpangan lembaga penyelidik, penyidik, dan penuntut serta peradilan dalam lembaga kekuasaan kehakiman dikoreksi melalui putusan peradilan.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.