Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Meski Sepakat atas Dua Poin, Pansus Revisi UU Terorisme Beri Pengecualian

Politisi Partai Gerindra itu mengatakan di dalam DIM, Pemerintah tidak menjabarkan secara detail mengenai mekanisme penyadapan

Penulis: Imanuel Nicolas Manafe
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Meski Sepakat atas Dua Poin, Pansus Revisi UU Terorisme Beri Pengecualian
dok. DPR RI
Ketua Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Undang-undang (RUU) Terorisme, Muhammad Syafi’i. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Panitia Khusus Revisi Undang-Undang tentang Tindak Pidana Terorisme Muhammad Syafii mengatakan ada dua kesepakatan dengan Pemerintah dalam rapat pansus yang digelar hari ini, Kamis (13/7/2017).

Pertama, Syafi’i menjelaskan bahwa pihaknya sepakat tentang mekanisme penyadapan. Pansus juga meminta Pemerintah yang mengisi konten dari mekanisme tersebut.

“DIM (Daftar Inventaris Masalah) nomor 72 pasal 31 tntng penyadapan. Itu penyadapan kita sepakati tapi kontennya kita serahkan kepada pemerintah,” ujar Syafi’i di Kompleks Parlemen, Jakarta.

Politisi Partai Gerindra itu mengatakan di dalam DIM, Pemerintah tidak menjabarkan secara detail mengenai mekanisme penyadapan, misalnya terkait izin, pertanggungjawaban maupun persyaratan.

Syafi’i juga mengatakan bahwa pansus ingin agar penyusunan mekanisme penyadapan dibawa ke dalam forum rapat, tidak melalui peraturan pelaksana, misalnya Peraturan Pemerintah.

“Kalau penyadapan itu selain harus diatur dalam peraturan Peruangan-Undangan, tidak boleh dibawah level Undang-Undang. Itu sama dengan keputusan MK nomor 5 tahun 2010,” kata Syafi’i.

Selain itu, pansus juga menyepakati mengenai perlindungan saksi yang disusun di dalam Daftar Inventaris Masalah yang disampaikan Pemerintah.

Berita Rekomendasi

Namun, pansus tidak menyepakati jika mekanisme perlindungan saksi diatur di dalam peraturan pelaksana. Pihaknya ingin mekanisme itu dibahas bersama DPR.

“Maka tadi kita sepakati semua yang sudah dilindungi oleh Undang-Undang yang lain, contohnya, saksi, pelapor dan ahli, itu diatur didalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014, itu jangan diatur lagi. Kemudian yang sudah diatur dalam PP Nomor 24 Tahun 2003, itu juga jangan diatur lagi,” ucap Syafi’i.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas