Terlalu 'Karet' Pasal Penodaan Agama Sebaiknya Dihapus
Asfinawati mengatakan sudah sebaiknya pasal tersebut dihapuskan, mengingat, apa yang diatur dalam pasal itu, sudah bersifat personal.
Penulis: Amriyono Prakoso
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Amriyono Prakoso
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdapat beberapa tokoh besar yang terkena pasal 156a KUHP yang menjadikannya pernah merasakan dinginnya lantai penjara. Terakhir, nama Basuki Tjahaja Purnama harus merasakan menginap di Hotel Prodeo.
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati mengatakan sudah sebaiknya pasal tersebut dihapuskan, mengingat, apa yang diatur dalam pasal itu, sudah bersifat personal.
Artinya, pasal mengenai penodaan agama bisa menjerat siapa saja dengan dalih apa saja, bahkan tidak sedikit yang mengada-ada.
Selain itu, pasal yang berisi "orang yang dengan sengaja mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang bersifat menodai suatu agama di Indonesia akan dipidana penjara selama lima tahun" dianggap terlalu karet.
"Memang sudah seharusnya pasal karet ini dihapuskan saja, karena terlalu karet, siapa saja bisa terjerat karena bicara mengenai agama," kata dia di Kantor LBH Jakarta, Kamis (13/7/2017)
Dalam kesempatan yang sama, Pengurus Pesantren Salafiyah Safi'iyah Situbondo, Imam Nakhai menjelaskan penodaan agama hanya dirasakan oleh orang-orang tertentu yang merasa.
Tidak jarang, kata dia, terdapat pemikiran atau paham lain yang mengatakan perbuatan seseorang, bukan merupakan sebuah penodaan agama.
"Jadi tergantung tafsirnya saja bagaiamana. Kasus Ahok kemarin itu, terdapat dua pandangan, ada yang merasa ternoda, ada yang biasa saja dan negara mengatur itu sekarang," jelasnya.
Sehingga, kata dia, untuk mengurangi polemik yang terjadi di masyarakat, pasal itu sudah sebaiknya dihapuskan, karena masih ada pasal 156 KUHP yang dinilai cukup untuk mengatur peghasutan, fitnah dan kebencian terhadap kelompok lain.