Macam-macam Obrolan Teroris di Telegram: Dari Jualan Pakaian Dalam, Kafir hingga Ajakan Kawin
Sejak 2015, peneliti Institute for Policy Analysis of Conflict, Navhat Nuraniyah, mengikuti obrolan teroris dalam grup chat tertutup di Telegram.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Apa saja yang dibicarakan teroris di aplikasi layanan percakapan Telegram?
Sejak 2015, peneliti Institute for Policy Analysis of Conflict, Navhat Nuraniyah, mengikuti obrolan teroris dalam grup chat tertutup di Telegram.
Dari situ, dia menarik kesimpulan, Telegram 'lebih banyak dipakai buat gosip ketimbang merencanakan teror'.
Di grup eksklusif perempuan, kata Navhat, topik teratas adalah urusan personal dan gosip.
''Mereka saling bertanya sedang apa, apa kabar, bagaimana kabar anak. Diskusi religius jarang dan ini berlangsung (nonstop) 24 jam 7 hari,'' kata dia saat berbicara di diskusi panel Jakarta Foreign Correspondents Club bertema ''Digital Indonesia'', Senin (17/07/2017).
''Mereka juga punya bisnis online yang besar sekali, yang menjual segala macam mulai dari busana muslim, pakaian dalam, dan (berbagi) resep masak.''
Buat sebagian orang di grup tersebut, kata Navhat, keberadaan grup Telegram tadi menggantikan keluarga.
Baca: Agar Tak Jadi Bumerang, Pimpinan DPR Usulkan Kemenkominfo Undang Telegram
Khususnya bagi mereka yang mendapat penolakan keluarga setelah bergabung dengan kelompok radikal. ''Jadi semacam support group buat newbie extremist.''
Sementara itu, topik terpopuler di grup laki-laki adalah kafir.
''Yang laki-laki cenderung mengkritik kelompok muslim lain dengan sebutan kafir. Topik personal juga dominan, rekrutmen, propaganda umum, dan diskusi soal agama.''
Asumsi yang beranggapan bahwa ruang chat di Telegram ramai dengan topik merencanakan teror atau membuat bom dibantah oleh Navhat.
''Obrolan lebih mengarah ke topik personal, walau memang diskusi tentang cara membuat bom itu ada.''