Pengadilan Tolak Praperadilan Hary Tanoe, Penetapan Tersangka Sah
Hary Tanoe mempraperadilankan penetapan tersangka yang dilakukan Bareskrim Polri kepada dirinya dalam kasus dugaan ancaman melalui SMS terhadap jaksa
Penulis: Abdul Qodir
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak gugatan praperadilan penetapan tersangka yang diajukan CEO MNC Group sekaligus Ketua Umum Perindo Hary Tanoesoedibjo terhadap Bareskrim Polri.
Hakim menyatakan penetapan tersangka dari Polri kepada Hary Tanoe adalah sah.
Sebelumnya, Hary Tanoe mempraperadilankan penetapan tersangka yang dilakukan Bareskrim Polri kepada dirinya dalam kasus dugaan ancaman melalui SMS terhadap jaksa Yulianto.
Demikian putusan praperadilan yang dibacakan hakim tunggal Cepi Iskandar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Senin (17/7/2017).
"Mengadili, dalam eksepsi, menolak permohonan eksepsi pemohon. Dalam perkara, menolak permohonan praperadilan pemohon. Menetapkan penetapan tersangka pemohon Harry Tanoe adalah sah," kata hakim Cepi.
Dalam pertimbangannya, Cepi menyampaikan keberatan Hary Tanoe atas penetapan tersangka dirinya karena menilai bukti SMS dari Bareskrim tidak cukup bukti adalah telah masuk ke dalam pokok perkara peradilan.
Hakim Cepi menegaskan, kewenangan hakim praperadilan hanyalah meneliti dari aspek formil saja, apakah penetapan tersangka itu sudah sesuai KUHAP atau tidak.
Sementara, dalam fakta sidang praperadilan, pihak Bareskrim Polri menyatakan penetapan tersangka Harry Tanoe sudah memenuhi dua alat bukti.
"Oleh karena itu, alasan yang disampaikan pemohon (tentang alat bukti) tidak masuk dalam pokok perkara," jelas Cepi.
Dalam putusannya, hakim Cepi juga menolak keberatan lain dari Hary Tanoe tentang kadaluwarsanya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari Bareskrim Polri kepada dirinya selaku terlapor.
Hary Tanoe dalam permohonan praperadilannya menyampaikan pemberitahuan SPDP dari Bareskrim Polri kepada dirinya telah melebihi batas waktu 7 hari sebagaimana diatur dalam Pasal 109 KUHAP yang telah diuji materi dan diputus oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada 11 Januari 2017.
Cepi mengatakan, dalil keberatan itu ditolak karena Hary Tanoe selama tenggang waktu tidak pernah menyampaikan keberatan kepada pihak Bareskrim polri.
"Hakim berpendapat, apabila tidak ada keberatan disampaikan maka pengadilan anggap bahwa bukan perkara yang subtansial sehingga tidak dimasukkan dalam gugatan praperadilan," ujarnya.
Usai sidang, kuasa hukum Harry, Munathsir Mustaman menyatakan pihaknya masih menunggu salinan putusan dari PN Jaksel sebelum memutuskan langkah berikutnya.
Diberitakan, Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri telah menetapakan Hary Tanoesoedibjo sebagai tersangka dalam kasus dugaan pengancaman Kepala Subdirektorat Penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Yulianto melalui pesan elektronik SMS.
Dia disangkakn melanggar Pasal 29 UU No 11 tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE).
Jaksa Yulianto meyakini ada tiga pesan SMS dan Whatsapp yang diduga berisi ancaman itu dikirim oleh Hary Tanoe pada 5,7 dan 9 Januari 2016.
Saat itu, jaksa Yulianto tengah memimpin penanganan kasus dugaan korupsi restitusi pajak PT Mobile 8 periode 2007-2008, yang juga turut menyeret Hary Tanoe sebagai saksi karena kapasitasnya pernah menjadi komisaris perusahaan telekomunikasi tersebut.
Berikut ini salah satu petikan pesan yang diklaim telah diterima oleh Yulianto.
"Mas Yulianto, kita buktikan siapa yang salah dan siapa yang benar. Siapa yang profesional dan siapa yang preman. Anda harus ingat kekuasaan itu tidak akan langgeng. Saya masuk ke politik antara lain salah satu penyebabnya mau memberantas oknum-oknum penegak hukum yang semena-mena, yang transaksional yang suka abuse of power. Catat kata-kata saya di sini, saya pasti jadi pimpinan negeri ini. Di situlah saatnya Indonesia dibersihkan."