KPK Cegah Politikus Golkar Fayakhun Andriadi ke Luar Negeri
Politisi Golkar, Fayakhun Andriandi dicegah keluar negeri selama enam bulan ke depan oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politisi Golkar, Fayakhun Andriadi dicegah keluar negeri selama enam bulan ke depan oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan pencegahan pada anggota DPR RI Komisi I ini terkait dengan dugaan suap pengadaan satelit pemantau di Bakamla dengan tersangka Nofel Hasan (NH)
"Kasus suap Bakamla dengan tersangka NH, kami cegah dua orang yakni Fayakun Andriandi, anggota DPR periode 2014-2019 dan Erwin Arief. Keduanya dicegah selama enam bulan kedepan terhitung sejak akhir Juni 2017," tutur Febri, Selasa (18/7/2017) di KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
Dijelaskan Febri, baik Fayakun maupun Erwin dicegah ke luar negeri untuk kepentingan penyidikan di kasus suap yang menjerat enam orang tersangka, dimana satu diantaranya ditangani oleh Puspom TNI.
"Pencegahan dilakukan agar penyidikan berjalan efektif, tidak terganggu dan terhambat apabila yang bersangkutan ke luar negeri," tegas Febri.
Febri menambahkan saat ini penyidik KPK tengah mencermati informasi terbaru dalam proses pembahasan anggaran dalam mengusut perkara yang diawali dengan Operasi Tangkap Tangan (OTT) tersebut.
Atas perkara ini penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengklaim telah mengantongi tersangka baru. Ketua KPK, Agus Rahardjo juga tidak menampik. Menurutnya tersangka baru dalam kasus ini mulai menyasar ke anggota DPR yang diduga menerima uang panas untuk memuluskan anggaran proyek di DPR.
"Rasanya ada (tersangka baru). Nanti lebih lanjut tanyakan ke Febri (Juru Bicara KPK). Yang pasti gelar perkara sudah dilakukan," terang Agus, minggu lalu di KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
Agus menjelaskan kini tim penyidik tengah mendalami dana panas proyek satelit monitoring yang mengalir ke sejumlah anggota DPR.
"Ya kami juga dalami alira uang buat angota DPR," singkatnya.
Dalam kasus ini, KPK sudah menetapkan lima orang tersangka yang hampir seluruhnya telah divonis bersalah oleh hakim pengadilan Tipikor Jakarta.
Kelima tersangka tersebut yakni, Deputi Informasi, Hukum, dan Kerjasama Bakamla, Eko Susilo Hadi, dan Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla, Nofel Hasan.
Kemudian tersangka lainnya ialah tiga petinggi PT Merial Esa yakni, Fahmi Dharmawansyah, Hardi Stefanus, dan Muhammad Adami Okta yang diduga sebagai pihak pemberi suap.
Dari pihak POM TNI juga telah menetapkan tersangka dari kalangan militer yang diduga turut terlibat dan menerima uang panas. Tersangka itu yakni Direktur Data dan Informasi Bakamla, Laksma Bambang Udoyo.
Kasus ini berawal dari operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK terhadap Deputi Informasi, Hukum dan Kerja Sama Badan Keamanan Laut (Bakamla) Eko Susilo Hadi.
Dalam persidangan, terungkap adanya peran Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi yang diduga sebagai pelaku utama dalam perkara suap empat pejabat Bakamla.
Namun baik saat diminta bersaksi di persidangan maupun penyidikan di KPK, Politisi PDI Perjuangan itu tidak pernah hadir.
Ali Fahmi merupakan staf Kepala Bakamla Laksamana Madya Arie Soedewo. Dia diduga menjadi perantara suap antara Eko Susilo Hadi dan pengusaha Fahmi Darmawansyah.
Hingga saat ini keberadaan Ali Fahmi tidak diketahui. Tim KPK juga telah melakukan pencarian ke sejumlah tempat namun hasil pencarian masih nihil.