Putuskan RUU Pemilu, Perludem: Jangan Ada Politik Transaksi di Ruang-ruang Gelap
Besok, Kamis (20/7/2017), DPR akan menggelar sidang paripurna pengambilan keputusan akhir Rancangan Undang-undang (RUU) Pemilu.
Penulis: Syahrizal Sidik
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Besok, Kamis (20/7/2017), DPR akan menggelar sidang paripurna pengambilan keputusan akhir Rancangan Undang-undang (RUU) Pemilu.
Secara spesifik, ada lima isu krusial yang akan dibahas dalam sidang paripurna tersebut antara lain, sistem pemilu legislatif, ambang batas pencalonan presiden (presidential treshold), ambang batas parlemen (parliamentary treshold), metode konversi suara, dan besaran daerah pemilihan (district magnitude).
Menanggapi hal itu, Koalisi Kawal Pemilu yang terdiri dari perwakilan Perludem, ICW, Correct, Pusako Unand, Kode Inisiatif dan JPPR menggelar jumpa pers di D'Hotel, Jakarta Pusat, Rabu (19/9/2017).
Direktur Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini memberikan respon terkait pembahsan RUU Pemilu tersebut.
"Jangan sampai ada politik transaksi di ruang-ruang gelap di dalam pengesahan, di dalam pengambilan keputusan ini. Akuntabilitas proses harus dikedepankan agar publik tahu bagaimana wakil-wakilnya mengambil keputusan," ujar Titi kepada Tribunnews.com.
Jika pada nantinya tidak tercapai keputusan akhir saat sidang paripurna di DPR sehingga kesepakatan harus dilakuakan melalui voting, ia menuturkan agar voting pun harus mengedepankan kepentingan publik.
"Tujuan voting itu tetap punya ikatan dengan tujuan pemilu yang ingin diwujudkan, harus luber jurdil dan demokratis, bukan kepentingan partai semata," pungkas Titi.