Tingkat Pendidikan Tak Jamin Orang Bebas Radikalisme, Ini Beberapa Temuannya
Direktur Wahid Institute, Yenny Wahid menuturkan tingkat pendidikan seseorang tidak menjamin bebas dari paham radikalisme.
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Wahid Institute, Yenny Wahid menuturkan tingkat pendidikan seseorang tidak menjamin bebas dari paham radikalisme.
Dia mencontohkan, Bahrun Naim yang disebut sebagai dalang bom Thamrin ternyata bukan berasal dari orang berpendidikan rendah dan ekonomi susah.
"Bahrun Naim itu, S1 dan S2 di Universitas Negeri. Keluarganya juga sudagar batik di Solo, Jawa Tengah. Jadi tingkat pendidikan itu tidak menjamin seseorang bebas dari paham radikal," ucap Yenny dalam Diskusi Publik bertema: Radikalisme di Timur Tengah dan Pengaruhnya di Indonesia, Sabtu (22/7/2017) di kawasan Jakarta Selatan.
Menurut Yenny, faktor pendukung seorang teradikalisisai yakni karena dikucilkan, sering mengalami ketidakadillan, pemahaman jihat yang keliru, hingga terpapar pesan kebencian.
Selanjutnya jika dilihat dari segi umur, masih menurut Yenny, anak-anak muda sangat rentan disusupi paham radikal karena dimasa-masa itu mereka sedang mencari jati diri.
Senada dengan Yenny, Kepala BNPT, Komjen Suhardi Alius mengamini pendidikan tinggi tidak menjamin orang tidak tersusupi paham radikal.
"Saya temukan ada lulusan pascasarjana dari Australia yang kena radikalisme juga. Di Jawa Timur juga ada mahasiswa hilang, ternyata radikal," kata Suhardi.
Dikatakan Suhardi, saat ini paham radikalisme sudah masuk ke dalam dunia pendidikan.
"Saya juga terima informasi dari seorang profesor ada dosen yang radikal dan seorang dekan batal jadi rektor karena anaknya radikal," beber jenderal bintang tiga itu.
Selain itu, temuan lainnya, diungkapkan Suhardi Alius, di wilayah Depok, Jawa Barat ada anak usia TK yang juga sudah terpapar paham radikal.
Ketika anak tersebut dibawa ke sebuah mall, sang anak tidak mau masuk dan berkata di mall tersebut pengunjungnya banyak yang tidak percaya Tuhan.
"Saya dapat laporan di Depok ada yang gawat, ternyata ada anak usia PAUD tidak mau masuk mall karena dia liat pengunjungnya banyak yang tidak percaya Tuhan," kata Suhardi.